Sabtu 06 May 2017 15:39 WIB

Jimly: Berikan Kesempatan Pengadilan Menindak Ormas Anti-Pancasila

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Andi Nur Aminah
Jimly Asshiddiqie
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Jimly Asshiddiqie

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menanggapi wacana pembubaran ormas anti-Pancasila, Jimly Asshiddiqie meminta agar pemerintah tidak gegabah untuk membubarkan. Dia menyarankan pemerintah harus berikan kesempatan pada pengadilan, untuk menindak ormas-ormas yang dianggap anti-Pancasila.

"Kalau boleh saya sarankan, sebaiknya jangan pemerintah yang membubarkan, sebab nanti jadi politis masalahnya. Lebih baik, pengadilan diberi kesempatan untuk membubarkannya," kata Ketua Dewan Penasehat Komnas HAM itu, saat ditemui, Sabtu (6/5) siang di Gedung Pengaduan Komnas HAM.

Jimly merasakan dilema, organisasi-organisasi itu, selama ini dibiarkan saja oleh pemerintah, dan tidak ada tindakan. Lalu tiba-tiba sekarang ingin diambil tindakan. Sedangkan Undang-Undang belum ada yang baru, aturannya juga belum ada yang baru. 

Menurut dia, lebih baik pemerintah ajukan saja ke pengadilan. Tidak perlu beralasan, Undang-Undangnya belum lengkap. "Karena menurut sistem peradilan kita, berdasarkan Undang-Undang pokok kekuasaan kehakiman, pengadilan tidak boleh menolak perkara, karena alasan Undang-Undangnya tidak lengkap dan tidak sempurna. Karena UU memang selalu tidak sempurna," papar mantan Ketua MK itu.

Pengadilan, Jimly menjelaskan, menjadi forum tempat memperdebatkan, mana yang melanggar konstitusi, pancasila, dan UUD, dan mana yang tidak. Dari masing-masing pihak bisa memberikan argumen secara terbuka. Semua diberi kesempatan.

Ia memberikan satu contoh ormas, yakni Hisbut Tahrir Indonesia (HTI). Organisasi seperti HTI, Jimly mengatakan, jangan diisukan melanggar Pancasila dan konstitusi, dijadikan rumor. Semua lebih baik diselesaikan di forum resmi. Sehingga, anggota HTI bisa membela diri. "Karena mereka memang harus membela dirinya," kata dia.

Pemerintah harus ada bukti organisasi yang melanggar, agar semua fair. Jimly menyarankan pada pemerintah, agar memberikan kesempatan pada  pengadilan untuk menciptakan hukum. Dia menyebut, jangan karena tradisi Belanda, tradisi Eropa Kontinental, selalu mengandalkan buat Undang-Undang dulu. Karena itu hanya akan menghabiskan waktu.

Jimly sangat tidak menyarankan, penyelesaian yang dilakukan di lapangan, dengan melakukan demo tandingan. Menurut dia, itu tidak sehat. Jimly ingin Indonesia lebih membangun negara hukum yang lebih sehat, yakni negara demokrasi konstitusional. 

Semua orang harus bertanggung jawab, sesuai dengan kesepakatan tertinggi, yaitu konstitusi. Kalau ingin mendirikan organisasi, Jimly mempersilahkan, asal harus tunduk pada hukum tertinggi.

"Nanti ada norma yang objektif, jadi tidak bisa semua mengklaim dirinya benar. Pemerintah bisa mengatakan melanggar, berikan bukti kuat, baru meminta pengadilan untuk membubarkan," usul Jimly. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement