Kamis 04 May 2017 21:28 WIB

Gubernur Jateng Heran Polemik Cantrang Kembali Muncul

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Bayu Hermawan
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (kiri) bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kanan) ketika memberikan konferensi pers terkait isu cantrang di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Kamis (4/5).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (kiri) bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (kanan) ketika memberikan konferensi pers terkait isu cantrang di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Kamis (4/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ikut buka suara soal polemik larangan penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang yang kembali menyeruak. Ganjar mengaku heran mengapa isu soal cantrang ini kembali muncul. Padahal menurutnya, setelah dilakukan beberapa kali dialog, nelayan di pantai utara Jawa (pantura) sudah menunjukkan sikap kooperatif.

Ganjar menilai, memang dalam dialog terakhir ada segelintir pengusaha yang masih keberatan mengganti cantrang dengan alasan kesulitan permodalan. Namun, ia menilai secara umum nelayan sudah bersedia beralih menggunakan alat tangkap tak ramah lingkungan menjadi ramah lingkungan.

"Makanya saya agak terkejut ketika berita ini muncul. Saya enggak dengar ada geledek, ada angin, soalnya nelayan katakan sudah siap. Intinya mereka mau," jelas Ganjar dalam konferensi pers bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Kamis (4/5).

Ganjar menambahkan, dialog antara pemerintah dan nelayan di pesisir Pantura sudah berkali-kali dilakukan. Artinya, tudingan beberapa pihak terkait minimnya sosialisasi penggantian alat tangkap cantrang tidak lah benar.

Ganjar mengungkapkan, dalam sebuah dialog antara Pemprov Jateng dan nelayan di Blora, Jawa Tengah di awal 2015 lalu ia sempat berdialog dengan para pemilik kapal. Para pemilik kapal, sebutnya, kompak menolak penggantian alat tangkap cantrang. Namun, ketika ditanya berapa ukuran kapal yang dimiliki, para pengusaha terdiam.

"Mereka bingung karena ukuran kapal mereka di-markdown (manipulasi ukuran kapal). Mereka sendiri mengaku salah. Akhirnya kami tertibkan hari ini," jelas dia.

Meski, Ganjar melanjutkan, pada proses berjalannya kebijakan pergantian alat tangkap terdapat sejumlah masalah. Ia memberi contoh, sejumlah penangkapan nelayan Jateng oleh nelayan di daerah lain sempat terjadi.

Hal ini lantaran daerah lain sudah menerapkan penangkapan ikan ramah lingkungan. Selain itu, ada juga penangkapan nelayan oleh aparat hukum lantaran nelayan melakukan penangkapan ikan di luar wilayah yang diizinkan menggunakan cantrang.

Ganjar menegaskan, pemerintah tetap melakukan advokasi terhadap nelayan yang menhadapi masalah hukum akibat minimnya kesadaran terkait penggunaan alat tangkap ramah lingkungan. Ia sendiri berjanji terus melakukan sosialsiasi kepada nelayan di Jawa Tengah untuk beralih menggunakan alat tangkap ikan ramah lingkungan.

"Ada yang setuju. Yang setuju mereka yang menerima bantuan dan mereka sudah bekerja. Mundurnya sampai bulan Juni itu relatif cool-cool saja. Ada 1-2 kelompok yang memang minat perpanjang. Yang penting mereka mau berubah saja," jelasnya.

Selain bantuan berupa alat tangkap pengganti untuk kapal-kapal ukuran di bawah 10 GT, pemerintah juga memberikan akses perbankan kepada pemilik kapal ukuran 10-30 GT dan di atas 30 GT. Data Pemerintah Privinsi Jawa Tengah menyebutkan, jumlah nelayan dengan ukuran kapal di bawah 10 GT yang terdampak kebijakan larangan cantrang sebanyak 5.199 orang.

Sementara dari angka tersebut, baru 588 nelayan yang sudah mendapat bantuan penggantian alat tangkap. Sisanya, sebanyak 4.611 nelayan masih dilakukan verifikasi. Sementara jumlah kapal ukuran 10-30 GT sebanyak 368 unit dan kapal di atas 30 GT sebanyak 858 unit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement