Kamis 04 May 2017 17:26 WIB

Hak Angket KPK dari DPR Bisa Dikenai Pasal 21 UU Korupsi

Red: Nur Aini
Suasana ruangan sidang paripurna yang kosong di Gedung Nusantara II saat terjadi aksi walk out sejumlah anggota DPT saat membahas hak angket KPK, Jumat (28/4)
Foto: Fauziah Mursid/Republika
Suasana ruangan sidang paripurna yang kosong di Gedung Nusantara II saat terjadi aksi walk out sejumlah anggota DPT saat membahas hak angket KPK, Jumat (28/4)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menyatakan pengajuan hak angket oleh DPR kepada KPK terkait penyerahan BAP dan membuka rekaman pemeriksaan Miryam Haryani bisa dikenai Pasal 21 Undang-Undang Korupsi.

"Bisa dikenakan Pasal 21 UU Korupsi karena termasuk upaya menghalang-halangi KPK dalam pemberantasan korupsi," kata Bambang Widjojanto usai bedah bukunya yang berjudul "Berkelahi Melawan Korupsi" di Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, Kamis (4/5).

Bambang mengatakan upaya pengajuan hak angket oleh DPR kepada KPK itu bisa dikualifikasi melanggar "Obstruction of Justice". Menurutnya, hak angket itu sebenarnya tidak begitu penting untuk hari ini.  "Kalau pimpinan KPK memberi informasi terkait pemeriksaan itu, pimpinan KPK malah akan melawan Undang-Undang dan kena hukum. Waktu di Century itu juga terjadi walau tidak disebut hak angket dan di periode itu saya menolak untuk memberi informasi," ujarnya.

Untuk itu, ia mendesak negara hadir untuk melindungi KPK. Dia menyebut jika negara tidak bisa melindungi orang-orang yang bekerja melawan korupsi, maka harusnya negara absen.  "Perlindungan itu harusnya tiga. Pertama, kita sendiri harus melindungi, kedua harus jaminan dari institusi dan ketiga segera cari pelaku korupsi itu dan ditindak. Kalau tidak itu pembiaran," tuturnya.

Dalam kesempatan itu, dia memaparkan empat kunci agar KPK tetap bertahan menghadapi koruptor. Pertama ialah partisipasi dari masyarakat yang menjadi penting. Tanpa partisipasi dari masyarakat, kata dia, KPK akan mudah dilemahkan.

"Kedua pelajari epicentrum terjadinya korupsi. karena dengan mempelajari itu kita bisa lebih cerdas melihat dan menghadapi permainan para koruptor," kata Bambang.

Hal Ketiga yang harus dibangun adalah sistem yaitu sistem pemberantasan korupsi dan sistem yang mengakibatkan terjadinya fabrikasi korupsi. Dia mencontohkan dalam membangun sistem tersebut conflict of interest harus bisa dikontrol, jika tidak maka korupsi akan merajalela.

Selain itu adalah bagaimana memasukkan finansial sistem untuk mengontrol lembaga-lembaga negara. Membangun aspek pencegahan korupsi untuk lembaga negara. Lalu menyiapkan "Agent of Change". 

"Karena itu semua tidak akan mungkin berjalan dengan baik jika tidak membangun tunas-tunas antikorupsi. Dan untuk membangun itu perlu ada training-training kepada pemuda terkait apa itu korupsi dan bahayanya," ucapnya.

Ia menambahkan, yang terakhir dan yang tidak kalah penting adalah upaya-upaya cerdas pemberantasan korupsi itu harus direproduksi terus karena kalau tidak begitu koruptor akan lebih cepat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement