Kamis 04 May 2017 06:03 WIB

Presiden Minta Semua Pihak Hindari Pemberitaan Hoax

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Indira Rezkisari
Presiden Joko Widodo memberikan pidato ketika menghadiri acara peyerahan penghargaan UNESCO/Guillermo Cano World Press Freedom Prize 2017 dalam World Press Freedom Day (WPFD) 2017 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (3/5).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo memberikan pidato ketika menghadiri acara peyerahan penghargaan UNESCO/Guillermo Cano World Press Freedom Prize 2017 dalam World Press Freedom Day (WPFD) 2017 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (3/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri acara peringatan World Press Freedom Day (Hari Kebebasan Pers Dunia/HKPD) 2017 yang digelar di Jakarta Convention Centre, Senayan, Rabu malam, (3/4). Dalam kesempatan ini, Jokowi menyampaikan tantangan terbesar dunia pers saat ini ialah banyaknya pemberitaan hoax dan ujaran kebencian yang beredar di masyarakat.

"Dunia pers pada saat ini menghadapi tantangan terbesar dalam perjalanannya, yaitu banyaknya hoax, berita bohong dan ujaran kebencian. Kita juga masih melihat sejumlah jurnalis yang menghadapi kekerasan di berbagai belahan dunia," kata Presiden Jokowi.

Terkait dengan penyebaran hoax yang kian masif tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta ini pun meminta media dan seluruh pihak bersama-sama meluruskan dan menjernihkan pemberitaan yang tak benar. Dengan begitu, masyarakat diharapkan dapat membedakan berita yang benar dan yang tidak.

"Baik media mainstream maupun media online mestinya meluruskan kalau ada berita-berita yang tidak benar. Jangan malah kalau ada berita tidak benar malah tidak diluruskan, tapi diangkat atau diviralkan. Itu yang menurut saya perlu kita garap bersama-sama," ujarnya kepada para jurnalis usai acara.

Lebih lanjut, dalam kesempatan ini, Jokowi juga menyampaikan perjalanan pers di Indonesia mulai saat terjadi krisis keuangan di Asia pada 1997.

“Situasinya sangat serius dimana ekonomi kami anjlok hingga 15 persen dalam satu tahun. Masyarakat dihinggapi rasa cemas dan bingung mengenai masa depan yang penuh dengan ketidakpastian,” ujarnya.

Namun, krisis itulah yang melahirkan masyarakat Indonesia yang kuat dan dinamis, serta lahir kebebasan berpolitik, termasuk kebebasan mengemukakan pendapat dan kebebasan pers.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun, kata dia, telah tumbuh hingga 300 persen apabila dihitung sejak krisis keuangan yang melanda Asia 1997 hingga saat ini. Oleh karena itu, Jokowi menyampaikan survei global menyatakan bahwa Indonesia termasuk negara dengan masyarakat yang paling optimistis di dunia.

"Saya ingin mengatakan kepada Anda, pers nasional dan dunia, kami tidak dapat melakukan ini tanpa Anda. Sejak era reformasi di akhir 1990, pers yang bebas memainkan peranan penting dalam menjaga jalannya pemerintahan yang akuntabel serta mengungkap dan memerangi korupsi," kata Jokowi.

Presiden juga berharap agar terdapat tanggung jawab insan media dalam hal kebebasan pers.

"Wartawannya sudah mendapatkan sebuah kebebasan yang amat sangat di dunia maupun di Indonesia. Tapi yang namanya kebebasan itu juga ada tanggung jawabnya," ujarnya.

Dalam acara ini, turut hadir Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Direktur Jenderal UNESCO Irina Bokova, dan Presiden Timor Leste kedua Ramos Horta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement