Rabu 03 May 2017 17:10 WIB

80 Persen Narkotika Masuk ke Indonesia Lewat Jalur Laut

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Andi Nur Aminah
Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta Erwin Situmorang menunjukkan barang bukti narkoba jenis sabu, Kamis (6/4).
Foto: Republika/Ronggo Astungkoro
Kepala Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta Erwin Situmorang menunjukkan barang bukti narkoba jenis sabu, Kamis (6/4).

REPUBLIKA.CO.ID,REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ASEAN Seaport Interdiction Task Force (ASITF) diinisiasi Indonesia dalam penanganan kasus narkotika. Gugus tugas utama mereka adalah melakukan pemeriksaan ketat pada setiap pelabuhan, karena 80 persen narkotika yang masuk ke Indonesia, masuk melalui jalur laut.

Deputi Bidang Hukum dan Kerjasama Badan Narkotika Nasional (BNN), Arief Wicaksono, memaparkan presentasi pasokan narkotika dari luar negeri menuju Indonesia. "Cina adalah salah satu di antara 11 negara yang membawa narkotika ke Indonesia. Dan presentasenya paling besar. Negara lainnya, ada jaringan Afrika, Amerika Latin, Asia Timur, Iran, Irak, Afghanistan," kata dia saat ditemui usai konferensi pers, Rabu (3/5) siang.

Kerja sama informal dengan Cina, dia mengatakan, sudah berjalan dari dulu hingga sekarang. Berdasarkan NNCC, ada 10 penyeludupan narkotika dengan sembilan destinasi di antaranya adalah Jakarta dan Bali yang melalui jalur udara. Untuk pengamanan jalur udara, Indonesia sudah miliki ASEAN Airport Interdiction Task Force (AAITF), salah satunya di Bandara Soekarno Hatta.

Penyelundupan narkotika lewat jalur laut, ada yang melalui Sungai Mekong yang melalui negara Myanmar, Laos, dan Kamboja. "Untuk itu kami juga mengadakan kerja sama dengan lima negara lainnya, seperti Thailand, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja. Karena banyak juga pelabuhan tidak resmi yang ada di Indonesia," jelas Arief.

Ia juga ungkapkan tentang, Prenotification precusors yang mencapai 1.097,63 ton sejak 2014. Data tersebut diberikan Cina, agar Indonesia dapat mengantisipasi pelabuhan.

Kerja sama antara Indonesia dan Cina, Arief mengatakan, merupakan salah satu upaya yang baik agar bisa saling berkomunikasi memberikan data. Arief memberikan satu contoh kasus, yakni Freddy Budiman, yang terungkap ada 131 perusahaan di Beijing yang terlibat. Cina menyatakan siap untuk membantu mengungkap kasus tersebut. "Tetapi di sini, tersangkanya sudah ditahan dan sudah proses peradilan. Nah, jika nanti Cina juga membutuhkan data, tentunya kami akan bantu, bisa melalu Kedubes atau Kemenlu," kata dia.

Cina meminta timbal balik terhadap warganya yang sedang ditahan, yakni sekitar 150 orang yang sudah ditangani Indonesia. Namun, hanya 18 orang yang baru dapat notifikasi. Ini dikarenakan, yang menangani tahanan di Indonesia ada beberapa lembaga, seperti Polri, BNN, atau Bea Cukai.

"Besok kita fasilitasi mereka untuk kunjungan ke Lapas Cipinang, karena mereka mau menengok warga negara Cina yang sedang ditahan," kata Arief.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement