Rabu 03 May 2017 13:34 WIB

Pemuda Muhammadiyah: Hak Angket tidak Bernilai Objektif

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah anggota DPR yang menolak hak angket KPK dan 'walkout' saat Rapat Paripurna DPR memberi keterangan pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4).
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah anggota DPR yang menolak hak angket KPK dan 'walkout' saat Rapat Paripurna DPR memberi keterangan pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum Faisal menegaskan, usulan hak angket yang digulirkan sejumlah anggota DPR merupakan tindakan politisasi dan tekanan DPR RI kepada KPK. Karena itu, menurut dia, Satgas Advokasi Pemuda Muhammadiyah memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan kebenaran dari sisi hukum.

"Upaya yang kami lakukan ini semata-mata bertujuan ingin menjaga integritas, independensi, dan progresifitas pemberantasan korupsi yang sedang diperjuangkan oleh KPK," kata Faisal kepada Republika.co.id, Rabu (3/5).

Faisal mengungkapkan sikap dan Pandangan Hukum Pemuda Muhammadiyah mendesak kepada DPR RI untuk menghentikan dan membatalkan usulan hak angket terhadap KPK. Hal ini  karena bertentangan dengan Pasal 79 (3) dan 199 (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, Pasal 17 huruf a poin 1 dan 2 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP dan Pasal 21 Nomor 31 Tahun 1999 tentang UU Tipikor.

Apabila dilihat berdasarkan Pasal 79 (3) UU MD3 sejatinya hak angket fokus pada pokok materi yang akan diselidiki. Maka, DPR harus menjelaskan pelaksanaan UU mana yang dituduhkan tidak dijalankan atau tidak dipatuhi sesuai dengan sebagaimana mestinya.

DPR belum mampu mengurai alasan subtantif dari objek penyelidikan hak angket mengenai ketidakpatuhan pelaksanaan UU yang tuduhkan DPR kepada KPK. Menurutnya, dari konteks ini DPR tidak punya alasan obyektif yang dipersyaratkan oleh Pasal 79 (3) UU MD3.

Aspek ketidakpatuhan atas UU adalah alasan objektif yang harus dipertegas melalui hak angket, jika alasan itu tidak subtantif bisa dikatakan hak angket tersebut tidak bernilai objektif.

"Sampai detik ini, kami tidak melihat ada keseriusan dari niat hak angket itu. Hak angket sudah tidak obyektif lagi jika DPR tidak sanggup menunjukkan alasan ketidakpatuhan KPK terhadap pelaksanaan UU," ujarnya.

Bahkan, kata dia, yang publik tangkap, hak angket hanya berkutat pada alasan atau menyasar pada kasus KTP-el. Hak angket, kata dia, punya motif yang aneh, tak bernilai mengedukasi kepatuhan UU malah justru melemahkan kewibawaan kewenangan hak angket itu sendiri.

Apalagi, terhadap materi penyelidikan, DPR harus mampu memahami dengan baik apakah KPK secara kelembagaan, termasuk bagian dari pengertian pemerintah. Mengingat materi penyelidikan hak angket objeknya adalah kebijakan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement