Selasa 02 May 2017 17:35 WIB

Hak Angket KPK Bisa Batal, Dua Hal Ini Syaratnya

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
Sejumlah anggota DPR yang menolak hak angket KPK melakukan 'walk out' saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4).
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah anggota DPR yang menolak hak angket KPK melakukan 'walk out' saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat Hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menyatakan hak angket DPR untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebetulnya cacat hukum. Namun masalahnya, palu sudah diketuk pada sidang paripurna sehingga hak angket KPK harus terus berjalan.

Zainal menjelaskan, dalam kondisi ini, ada dua hal yang bisa membuat hak angket tersebut batal. Pertama, yang bisa menjadikan hak angket itu batal, yakni jika anggota DPR yang lain menggelar sidang paripurna kembali untuk membatalkan sidang paripurna sebelumnya.

"Karena yang harus menggugat kecacatan hukum ini adalah orang-orang DPR sendiri. Mereka yang harus memaksa bahwa sidang paripurna itu tidak sah. Jadi paripurna dibatalkan oleh paripurna," kata dia di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (2/5).

Zainal mengumpamakan, sistem tata negara di Jerman, membuat anggota DPR bisa menggugat suatu mekanisme pengambilan keputusan di parlemen, ke Mahkamah Konstitusi di sana (constitutional complain). Sedangkan di Indonesia, mekanisme tersebut tidak ada. "Jadi perilaku tirani kepemimpinan parlemen itu akan sulit dilawan," kata Direktur Pusat Kajian Antikorupsi UGM ini.

Kedua, kata Zainal, hak angket itu bisa batal dengan sendirinya. Sebab, setelah sidang paripurna, akan ada pembentukan panitia hak angket. Unsur kepanitiaan ini, berdasarkan UU MD3 dan pasal 171 ayat (2) Peraturan DPR tentang Tatib nomor 1 tahun 2014, harus diisi seluruh fraksi di DPR.   

Di sisi lain, beberapa fraksi di DPR telah menyatakan penolakannya terhadap hak angket KPK dan tidak akan mengirimkan anggotanya ke dalam unsur kepanitiaan yaitu panitia khusus (pansus) hak angket. Fraksi yang menolak angket tersebut, di antaranya, adalah PKS, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, dan PKB.

"Kan ada proporsionalitas fraksi di dalam tubuh pansus. Kalau fraksi mencabut (menarik anggotanya), maka sama saja dengan pembatalan. Titik krusialnya di pansus. Ini akan terpotong di tengah jalan," ungkap dia.

Sebelumnya, pada Jumat (28/4) dalam sidang paripurna DPR RI, telah diputuskan untuk membuat pembentukan hak angket yang bertujuan supaya KPK dapat membuka rekaman berita acara perkara (BAP) dari terdakwa Misyam S Haryani. Walau diwarnai, walk out oleh beberapa fraksi yang menolak hak angket, keputusan tetap diambil oleh Fahri Hamzah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement