REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Hanura Dossy Iskandar Prasetyo menyatakan hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan untuk meminta agar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) itu dibuka. Melainkan untuk mengklarifikasi proses penyidikan yang sedang dilakukan KPK.
"Kita menduga ada penyimpangan penyidikan. Penyimpangan ini menjadi salah satu pokok pengajukan hak angket," kata dia, Selasa (2/5).
Dossy menjelaskan, sewaktu komisi III DPR melaksanakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan KPK, muncul beberapa persoalan. Misalnya, tentang tata kelola, adanya pembocoran BAP, pembocoran surat dakwaan dan surat perintah penyidikan (sprindik) yang dimuat media tertentu.
"Itu kan mendahului proses hukum yang sedang berlangsung di KPK. Itu kan enggak boleh, kan ada SOP-nya. Itu yang ingin kita konfirmasi," ungkap dia.
Namun, Dossy mengatakan, hal paling menonjol dalam pengajuan hak angket KPK ini terkait kesaksian salah satu penyidik KPK di persidangan kasus KTP-El yang menyebut Miryam Haryani, anggota DPR Fraksi Partai Hanura, ditekan oleh komisi III DPR menjelang kehadirannya sebagai saksi di sidang KTP-El beberapa waktu lalu.
"Di situlah, apakah ada rekamannya? Itu di luar BAP atau enggak? Jawabannya (pimpinan KPK saat RDP itu) tidak memberikan penyelesaian. Pimpinan KPK waktu itu tidak enak jawabannya, tidak pas seperti yang kita tanyakan," ungkap dia.
Karena tidak ada keterangan yang jelas dari pimpinan KPK, maka komisi III saat itu berencana mengajukan hak angket terhadap KPK agar membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam. "Kalau KPK enggak mau buka, ya kita lihat konteksnya, kalau BAP terkait proses hukumnya kan memang enggak boleh dibuka," kata dia.
Menurut Dossy, justri hak angket KPK itu akan menguak fakta dan kebenaran yang sebetulnya terjadi, untuk kepentingan penegakan undang-undang. Sebab, dengan adanya penyidik KPK yang menyebut bahwa beberapa anggota komisi III menekan Miryam, tentu ada dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).