REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Teknologi digital tanpa disadari telah menyebabkan dehumanisasi. Hal itu diungkapkan Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta P Ari Subagyo.
"Orang-orang muda semakin individualis, kepedulian antarsesama juga menipis. Perjumpaan antarmanusia dimediasi oleh gawai," katanya pada seminar Cerdas dan Humanis di Era Digital di Yogyakarta, Rabu (26/4).
Situasi itu, kata dia, bertambah runyam ketika para pemuda tanpa kontrol memakai teknologi digital untuk menyebarkan kebencian, sikap intoleransi dan informasi hoax.
"Dalam kondisi seperti itu perlu diingatkan kembali nilai dasar manusia yang humanis. Manusia Indonesia termasuk mahasiswa mestinya tumbuh humanis dan cerdas di tengah gempuran teknologi digital," kata Ari.
Dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma (USD) Maria Magdalena Sinta Wardani mengatakan fenomena merebaknya hoax melalui perangkat digital saat ini sesungguhnya juga menggantikan cara-cara berbohong lama.
"Kini hoax menjadi sangat signifikan dampaknya karena sentuhan teknologi memungkinkan kabar bohong lisan maupun tulis bisa menyebar secara cepat di dalam masyarakat," katanya.
Menurut dia, kabar bohong yang disebar bisa terasa meyakinkan dan dipercaya banyak orang karena ada manipulasi bahasa. Kabar bohong tersebut selanjutnya mengeksploitasi kepedulian pembaca. "Efek perlokusi yang diharapkan adalah rasa takut pembaca lebih jauh dengan tindakan men-share ulang kepada orang lain," katanya.
Ia mengatakan, manipulasi bahasa itu membuat hoax seolah-olah sebuah informasi nyata sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Manipulasi bahasa dalam hoax dilakukan untuk menyebarkan ketakutan dan kepanikan massa.
"Dampak negatif hoax seharusnya membuat masyarakat menyadari pentingnya literasi media dan kesadaran kritis terhadap penggunaan bahasa dalam komunikasi dalam jaringan bermedia digital," kata Maria.