REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekertaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia, Fahmi Salim mengatakan, tidak benar kasus penistaan agama dikaitkan dengan fitnah yang berulang-ulang dan dikaitkan dengan pilkada. Perlu diketahui, kata dia, tuntutan umat Islam untuk menghukum penista agama ini tidak ada kaitan dengan Pilkada Jakarta.
"Menang atau tidak gubernur Muslim, tuntutan umat Islam ini tetap sama, tetap satu, yaitu menghukum seadil-adilnya dan seberat-beratnya penista Alquran dan penista agama Islam," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (26/4).
Fahmi mengatakan, bukti tuntutan umat Islam tidak berkaitan dengan pilkada adalah selepas cagub Muslim menang, umat islam tetap pada tuntutannya, hukum harus ditegakkan terhadap terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Kalau itu berdampak pada pilkada, itu hanya efek saja, karena tentu umat Islam tidak akan mempercayakan pilihannya kepada orang yang menistakan agamanya," katanya.
Fahmi menjelaskan sekali lagi, bahwa kasus tersebut bukan fitnah. Menurut Fahmi, ada atau tidak adanya pilkada, kasus penistaan agama akan tetap direspons dan memicu reaksi pada umat Islam.
Pelimpahan kasus tersebut ke penegak hukum, Fahmi mengatakan, merupakan satu bentuk keadilan dari umat Islam. Fahmi menjelaskan, umat Islam sangat adil karena menyerahkan kasus ini pada jalan hukum.
"Kalau kasus ini tidak diserahkan ke jalan hukum, lalu mau diserahkan bagaimana? mau diserahkan kepada pengadilan jalanan? Mau diserahkan pada anarkisme, tidak mungkin," jelasnya.
Fahmi mengatakan, jika kasus penistaan ini terjadi di negara-negara lain, kasus penistaan agama ini bisa berujung kacau. "Kita masih percaya pada penegak hukum, pada NKRI, jangan lagi menjelek-jelekan umat Islam dengan mengatakan ini adalah fitnah dan ingin memperalat agama untuk perkara politik," ujarnya menegaskan.