Senin 24 Apr 2017 19:41 WIB

Orang Tua Harus Mampu Pahami Perkembangan Teknologi Informasi

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Winda Destiana Putri
KPAI
Foto: dok KPAI
KPAI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memandang orang tua harus punya kemampuan memahami perkembangan teknologi informasi. Hal itu bertujuan untuk mendampingi anak tumbuh dalam perkembangan teknologi informasi yang pesat.

"Memang dibutuhkan kemampuan orang tua untuk memahami teknologi informasi yang begitu canggih," kata Komisioner KPAI Putu Elvina kepada Republika, Senin (24/4). Ia mengingatkan, anak bisa mendapatkan informasi dari berbagai bentuk. Informasi yang didapat beragam, ada yang bermanfaat dan yang mengandung bahaya, seperti, kekerasan, kejahatan, pornografi.

Apalagi, Putu melanjutkan, jika orang tua sudah memberikan fasilitas teknologi ke anak. Maka orang tua harus melakukan komunikasi positif sejak awal. Artinya, ia menjelaskan, orang tua harus memberikan penjelasan bagamana manfaat teknologi, menyiapkan mental bahaya teknologi terhadap mental. "Ini kan tak hanya dilakukan komunikasi sepihak, orang tua harus bangun komunikasi sejak awal," jelasnya.

Selain itu, ia mengatakan, orang tua harus mengajarkan anatomi tubuh sejak dini. Tujuannya, untuk memasukkan substansi pembelajaran tentang pornografi, ancaman hukuman pornografi. Ia mengingatkan, semakin kecil usia anak, maka semakin sederhana pembelajarannya. Ia mencontohkan, saat orang tua memandikan dan menggatikan anak, kenalkan anatomi tubuh. Selain itu, ajarkan juga batasan susila anak dengan orang di luar anak. Misalnya, di mana tempat anak-anak bisa membuka baju dan mengganti pakaian.

"Saat itu, cara orang tua ajari tentang pendidikan seks yang terminologinya bicara batasan tadi," jelasnya. Sementara itu, Putu melanjutkan, apabila usia anak lebih dewasa, orang tua harus lebih intensif lagi menjelaskan bahaya pornografi, ancaman hukuman.

Ia meyakini, apabila sejak awal orang tua sudah mengajarkan sopan santun dan batasan, setidaknya sudah menginternalisasi bagian anak. Maksudnya, anak akan malu untuk buka baju di depan orang. Rasa malu itu akan membuat anak secara otomatis malu ketika melihat tontonan yang sifatnya porno.

"Rasa malu yang menjadi benteng untuk anak terlibat jauh dalam kegiatan nonton pornografi dan lain sebagainya," ujar Putu. Ia mengingatkan, orang tua tak bisa mengawasi anak dalam 24 jam. Sehingga, dengan menimbulkan rasa malu, mengenalkan konsekuensi hukum pornografi, akan membuat anak belajar menghargai apa yang ada di sekelilingnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement