REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah lembaga survei dinilai manipulatif terhadap hasil-hasil riset dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta. Hal ini dilihat dari perbedaan hasil survei lembaga yang dinilai sangat jauh dengan hasil resmi dari KPU DKI.
Pengamat Politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Hariadi menilai, asosiasi lembaga survei seharusnya lebih proaktif untuk memberitahukan kepada masyarakat terkait lembaga-lembaga yang kredibel.
“Mestinya asosiasi (asosiasi lembaga survei) yang lebih proaktif setiap kali diselenggarakan pilkada, mencoba untuk men-declare bahwa anggota mereka adalah ini, di luar anggota itu maka (lembaga) survei yang ada harus disikapi lebih kritis,” kata Hariadi saat dihubungi Republika.co.id, Senin (24/4).
Hariadi menilai masyarakat harus bersikap kritis terhadap lembaga-lembaga survei yang ada. Menurut dia, adanya lembaga survei ‘abal-abal’ merupakan sebagai bentuk strategi pertarungan dalam pilkada.
“Survei abal-abal itu testing the water, dan bagian dari upaya untuk mempersuasi pemilih agar lebih punya sikap politik tertentu. Survei abal-abal itu harus dimengerti sebagai bagian strategi pertarungan,” ujarnya.