Jumat 21 Apr 2017 08:54 WIB

Analisis Peneliti Forensik Digital Soal Berita Palsu Catut Nama Sultan

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Nur Aini
Sultan Hamengku Buwono X melaporkan berita hoax yang menimpa dirinya ke Polda DIY, Rabu (19/4).
Foto: Republika/Rizma Riyandi
Sultan Hamengku Buwono X melaporkan berita hoax yang menimpa dirinya ke Polda DIY, Rabu (19/4).

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN – Bertepatan dengan momen pencoblosan putaran kedua Pilkada DKI, Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi bahan berita bohong (hoax) rasis. Portal yang mengunggah berita tersebut dinilai palsu untuk mengelabui pembaca.

Judul berita itu berbunyi “Maaf Bukan SARA, tapi Cina dan Keturunannya Tidak Pantas Jadi Pemimpin di Bumi Nusantara. Fakta Sejarah, Tionghoa adalah Satu-Satunya Penghianat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”. Judul konten tersebut merujuk pada sebuah link berita http://www.metronews.tk/2017/04/sri-sultan-hamengkubuwono-maaf-bukan.html.

Konten berita tersebut mulai menyebar secara masif pada pagi hari terutama melalui berbagai grup WA serta tweet dari beberapa akun Twitter. Peneliti Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) UII, Yudi Prayudi mengatakan, web yang memuat berita tersebut merupakan web palsu untuk mengelabui para pembaca.

“Teknik semacam ini dikenal dengan nama Phising yaitu mengelabui pengguna dengan website yang mirip dengan tujuan mendapatkan data-data si pengguna tersebut,” katanya. Dalam kasus ini web phising digunakan untuk mengelabui seolah-olah berita yang ditampilkan adalah berita resmi.

Adapun top level domain dot tk pada http://www.metronews.tk adalah top level domain gratisan. Siapapun dapat dengan mudah mendaftarkan domain pada top level domain dot tk. Sedangkan domain dot tk sendiri merupakan sebuah domain yang merujuk pada Pemerintah Tokelau, yaitu salah satu kepulauan di wilayah Pasifik Selatan. Cara untuk mendapat nama domain tersebut cukup dengan melakukan registrasi di alamat www.dot.tk.

“Teknik yang digunakan adalah melakukan forward domain, bila dilihat dari logo websitenya, maka terlihat bahwa website aslinya sebenarnya adalah sebuah blog yang buat dengan engine Blogspot,” ujar Yudi. Di mana domain http://www.metronews.tk digunakan sebagai alamat awal tetapi kemudian akan dihubungkan ke salah satu alamat blog pada blogspot. Namun, terkait apa alamat blogspotnya dan atas nama siapa blog ini masih perlu didalami lebih lanjut.

Sementara itu konten yang diunggah pada alamat website http://www.metronews.tk/2017/04/sri- sultan-hamengkubuwono-maaf-bukan.html. ditulis oleh seseorang dengan identitas Rosa Linda pada tanggal 17 April 2017 dengan waktu unggah ke website adalah pada jam 20:45. Bila dicermati dengan seksama, maka konten pada website ini memiliki kemiripan dengan konten lain yang diposting pada alamat: http://www.teropongsenayan.com/50868-ini-alasan-warga-tionghoa-tak-boleh-punya- hak-milik-tanah-di-yogyakarta .

Konten pada website di atas ditulis oleh seseorang dengan identitas Ferdiansyah pada Ahad 30 Oktober 2016 pukul 06:27:09 WIB. Berdasarkan analisis kemiripan konten, maka didapat angka 76 persen kemiripan. Konten yang ditulis oleh Ferdiansyah ini sebenarnya menyampaikan pendapat dari seseorang yang bernama Salim A Fillah tentang mengapa warga Tionghoa tidak mempunyai hak milik bangunan di daerah Yogyakarta.

Dari cerita itu terungkaplah tentang kisah mengapa Sultan Hamengkubowono IX mencabut hak kepemilikan tanah di Yogyakarta untuk kaum Tionghoa. Terlepas dari bagaimana fakta sejarahnya, tetapi dalam konteks berita tersebut sebenarnya konten tersebut sifatnya adalah pendapat pribadi dari Salim A Fillah.

Tulisan asli yang diunggah oleh Ferdiansyah ini berjumlah 419 kata sementara tulisan yang diunggah Rosa Linda hanya berjumlah 191 kata. Namun kemiripan dengan tulisan asli dari Ferdiansyah mencapai angka 76 persen.

“Permasalahan hoax muncul karena konten yang ditulis oleh Rosa Linda menggunakan gaya bahasa seolah-olah Sri Sultan Hamangkubowono X sendiri yang menyampaikan pendapatnya tersebut. Hal ini didukung dengan ilustrasi yang memuat Sri Sultan HB X sedang diwawancara langsung oleh sejumlah media,” kata Yudi. Hal ini dinilainya akan ditangkap langsung oleh pembaca bahwa Sri Sultan HB X menyampaikan pendapatnya sendiri tentang permasalahan etnis tertentu.

Padahal sebenarnya dalam tulisan tersebut tidak ada kalimat yang secara eksplisit menunjukkan pendapat dari Sri Sultan HB X. Namun dengan foto yang ditampilkan adalah foto dari Sri Sultan Hamangkubuwono X, maka persepsi membaca akan mengarah pada personal Sri Sultan HB X sebagai individu yang sedang menyatakan pendapatnya.

Dari sisi pelanggaran UU, apa yang dilakukan oleh Rosa Linda sebagai pihak yang menulis konten pada website dapat dikenakan pelanggaran sesuai dengan UU 11 tahun 2008 Pasal 28 baik ayat 1 maupun ayat 2 terkait dengan penyebaran berita bohong dan menyesatkan serta penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Mengenai siapa sebenarnya pemilik akun atas nama Rosa Linda, penelusuran singkat mengarahkan bahwa akun tersebut terdaftar pula dalam profil Google+ dengan nama “rosa linda”. Namun pendalaman lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan pemilik akun tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement