REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Kalimantan Barat, H.Mulyadi Muhammad Yatim mengatakan, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) seharusnya sesuai dengan lazimnya penista-penista agama sebelumnya. Para terdakwa jelas-jelas dinyatakan bersalah bahkan sebelum diproses sudah dijebloskan ke penjara.
Menurut Mulyadi, praktik-praktik penyelewengan hukum di Indonesia membuat hukum belum dapat diterapkan secara maksimal. "Ini disebabkan lemahnya political will dari para pemimpin negara dan adanya campur tangan politik terhadap hukum. Hal ini yang diduga terjadi pada kasus Ahok," katanya kepada Republika.co.id melalui keterangan tertulisnya, Kamis (20/4).
Ia mengungkapkan, pembacaan tuntunan JPU hari ini sangat tidak adil. Hal ini jelas-jelas mencederai rasa keadilan masyarakat. Jangan permainkan hukum hanya karena kepentingan sekelompok orang. Bangsa ini terlalu mahal dipertaruhkan hanya karena seorang Ahok.
Mulyadi menjelaskan, semestinya Ahok dituntut dengan pasal 156 A huruf A KHUP yang secara tegas mengatakan ancaman hukuman maksimal 5 (lima) tahun penjara. Ternyata, Ahok hanya dituntut satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
"Jika dicermati penegakan hukum di Indonesia saat ini sangat terlihat kebobrokannya karena hukum masih ditegakkan secara diskriminatif," ujarnya.
Ia menambahkan, kebobrokan tersebut juga nampak dan diperlihatkan dalam penegakan hukum pada kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok. Semua rakyat memiliki kedudukan yang sama di mata hukum, itu diamanatkan secara tegas di dalam UUD 1945.
Baca Juga: JPU Nilai Ahok tak Terbukti Menodai Agama.