REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan bebas visa yang telah dilakukan pemerintah bagi sejumlah negara harus mampu menguntungkan Republik Indonesia. Antara lain dengan menjalin hubungan baik dan selektif dengan negara-negara maju.
"Harapannya agar kebijakan bebas visa dapat diberikan kepada negara yang memiliki tingkat pendapatan per kapitanya tinggi," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais dalam rilis yang diterima di Jakarta, Senin (17/4).
Terkait dengan hal tersebut, katanya, bila ada warga dari negara tersebut yang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia juga dapat langsung melakukannya karena ada kemudahan dengan kebijakan bebas visa. Politikus PAN itu menegaskan bahwa kebijakan bebas visa juga sebaiknya mempertimbangkan indeks pembangunan manusia di masing-masing negara, agar warga asing yang datang ke Indonesia tidak memberikan beban bagi Indonesia.
"Jadi ketika warga asing datang ke sini tidak membuat kejahatan transnasional, 'cyber crime', narkoba, ada yang buka jasa asusila," katanya.
Untuk itu, ujar dia, sudah selayakya pemerintah dapat benar-benar selektif dalam memilih negara mana saja yang mendapatkan bebas visa.
Sebelumnya, kajian Indeks Pembatasan Visa 2017 oleh perusahaan Henley & Partners menunjukkan di kawasan ASEAN, warga Singapura merupakan yang paling bebas dalam melakukan perjalanan ke negara lain tanpa visa, yaitu hingga 173 negara. Tempat kedua adalah pemegang paspor Malaysia yang dapat melakukan perjalanan ke 164 negara tanpa visa dan Brunei di tempat ketiga, dengan memiliki akses bebas visa untuk 151 negara.
Untuk negara lainnya di Asia Tenggara, Timor Leste memiliki akses bebas visa untuk 83 negara, Thailand 71, Filipina 61, Indonesia 57, Kamboja 48, Laos 48, Vietnam 45, dan Myanmar 41. Di dalam deretan negara-negara di dunia, Singapura menempati peringkat ke-4, Malaysia ke-13, dan Brunei ke-23.