Sabtu 15 Apr 2017 02:39 WIB

Ketika Toilet Sekolah Jadi Isu Penting

Rep: Kabul Astuti/ Red: Ilham
Toilet sign (illustration)
Foto: All-free
Toilet sign (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Toilet sekolah seringkali diabaikan. Banyak toilet kondisinya kotor, bau, jorok, dan ditempatkan di bagian belakang. Siswa kerap kali melihat toilet sebagai momok dan tempat yang dihindari.

Direktur Pembinaan Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Wowon Widaryat mengatakan, sanitasi sekolah merupakan salah satu elemen penting dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Paradigma toilet yang kotor dan jorok inilah yang ingin diubah lewat pembangunan toilet bercat warna-warni dan ditempatkan di ruang terbuka.

"Tahun 2016 ada 634 sekolah yang telah dibangun toiletnya dengan gambar-gambar cerah. Toilet dari belakang yang gelap, kumuh, airnya tidak mengalir, kami pindahkan ke depan," kata Wowon Widaryat kepada Republika.co.id, Kamis (14/4).

Wowon memaparkan banyak toilet di sekolah yang kondisinya tidak layak. Air tidak mengalir, saluran pembuangan tidak direncanakan, kotor, tidak dilengkapi penerangan, serta bercampur antara laki-laki dan perempuan. Toilet-toilet sekolah tersebut tidak memenuhi standar sanitasi.

Hasil analisis Data Pokok Pendidikan (Dapodik) tahun 2016, menyebutkan hanya 65 persen Sekolah Dasar di Indonesia yang memiliki jamban terpisah antara anak laki-laki dan anak perempuan. Rata-rata jumlah jamban berdasarkan rasio nasional adalah 1 jamban per 90 siswa. Padahal, Wowon mengatakan, idealnya satu toilet per 40 siswa.

Menurut Wowon, kekurangan jumlah toilet di sekolah disebabkan lemahnya perencanaan pembangunan, baik di tingkat sekolah maupun pemerintah daerah. Ia menyebut buruknya fasilitas sanitasi sekolah menimbulkan risiko terjadi berbagai gangguan kesehatan termasuk kecelakaan dan penyakit berbasis lingkungan, seperti diare, ISPA, dan DBD.

"Ini risiko yang mengancam kesehatan anak didik dan warga sekolah pada umumnya. Tahun lalu sudah dua korban yang jatuh di toilet karena kotor dan licin," kata Wowon. Karena itu, Wowon menyarankan toilet guru dan siswa tidak terpisah sehingga guru ikut memantau kebersihan toilet.

Kemendikbud juga membangun toilet di 634 sekolah dasar dengan cat berwarna-warni atau ornamen bunga-bunga. Ada inovasi bentuk, pencahayaan, pewarnaan, serta kearifan lokal agar siswa nyaman membiasakan budaya bersih. Tiap daerah disesuaikan ornamennya dengan kearifan lokal setempat.

Ia juga mendorong pihak sekolah menyediakan toilet yang nyaman untuk siswa perempuan, lengkap dengan cermin, sabun, dan tisu. Di beberapa sekolah bahkan di dekat toilet disediakan tempat baca bagi siswa. Menurut Wowon, keberadaan tempat baca ini sebagai indikator ketika anak-anak sudah tidak nyaman membaca, artinya toilet harus dibersihkan.

Program manajemen toilet ini sengaja dimulai dari jenjang sekolah dasar. Menurutnya, perubahan karakter budaya hidup bersih akan lebih efektif dimulai dari anak-anak. Anggaran yang digelontorkan untuk program ini pada tahun 2017 senilai Rp 100 juta per sekolah.

Namun, ia tidak bisa menyebutkan berapa jumlah sekolah yang akan dibangun toilet bersih pada tahun ini. Wowon mengakui masih banyak sekolah dasar yang belum tersentuh dari 148 ribu sekolah dasar di Indonesia.

"Tentunya ada prioritas kita mulai dari depan dulu, dari kota-kota besar mundur ke kabupaten kota dan daerah-daerah 3T. Inovasi fisik bangunannya dilakukan siswa-siswa SMK jurusan bangunan secara swakelola dengan kearifan lokalnya," imbuh Wowon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement