REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana dari Universitas Padjajaran, Prof. Romli Atmasasmita menilai penundaan sidang pembacaan tuntutan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sah saja dilakukan. Hal itu sepanjang ditentukan pihak berwenang yakni kejaksaan. Menurutnya, segala kemungkinan memang ada, termasuk politisasi hukum di balik penundaan sidang tersebut.
"Jaksa agung benar, memang pihak yang berwenang memutuskan (menunda sidang), bukan polisi. Soal dugaan politisasi hukum juga benar," ujar Romli saat dihubungi, Rabu (12/4).
Secara hukum yang berwenang menunda adalah kejaksaan. Sementara alasan penundaan karena alasan keamanan, menurutnya, jarang dilakukan. "Belum pernah ada dalam sejarah, sidang ditunda karena alasan keamanan," ujarnya.
Adapun yang biasa terjadi seperti pemindahan tempat sidang. Hal itu, lanjutnya, merupakan kewenangan jaksa, hakim dan Mahkamah Agung yang memutuskan. "Wallahualam soal intervensi, itu kan pengaduan, benar apa enggak, yang jelas kebetulan Ahok kan juga paslon (Pilkada Jakarta), dugaan itu bisa benar juga," katanya.
Banyak dugaan penundaan sidang Ahok lantaran adanya intervensi kejaksaan. Kejaksaan Agung diketahui menyetujui saran kepolisian yang mengirimkan surat resmi ke PN Jakarta Utara berupa penundaan sidang dengan agenda pembacaan tuntutan, utamanya dengan alasan kondusivitas menjelang Pilkada DKI Jakarta.
Selasa (11/4) kemarin, sidang Ahok ditunda dengan alasan Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum siap membacakan tuntutan.