REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Mabruroh, Flori Sidebang, Antara
Penyelidikan dugaan korupsi terkait penyelenggaraan Formula E oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai silang opini pakar soal ada-tidaknya mens rea atau niat jahat sebagai unsur tidak pidana. Penyelidik KPK kemungkinan akan menjadikan mens rea, selain kerugian negara (jika ada) sebagai dasar pertimbangan sebelum memutuskan apakah status penyelidikan bisa dinaikkan ke penyidikan.
Bagi pakar hukum Universitas Padjajaran (Unpad), Profesor Romli Atmasasmita, ada unsur mens rea dalam penyelenggaraan Formula E di Jakarta.
"Peristiwa penyelenggaraan Formula E terdapat unsur niat jahat (mens rea) dan actus reus (perbuatan) yang dapat dipidana (strafbaarheid)," kata Romli kepada Republika, Selasa (4/10).
Romli mengatakan, hal tersebut berdasarkan sejumlah pertimbangan. Pertama, sejak awal Anies Baswedan dan kawan-kawan sudah mengetahui bahwa di dalam APBD DKI tahun anggaran 2019 tidak terdapat pos anggaran untuk kegiatan Formula E.
"Artinya tidak memiliki landasan keuangan yang sah sesuai PP tentang Pengelolaan Keuangan Daerah DKI," ujarnya.
Kedua, Anies Baswedan dinilai tetap 'memaksakan' terselenggaranya Formula E dengan cara memberikan kuasa kepada Kadispora untuk melakukan pinjaman ke BANK DKI (BUMD). Selain itu yang ketiga, Pemprov DKI juga telah melakukan perjanjian dengan pihak Formula E menggunakan pendekatan business to government yang bersifat mengikat. Ia mengatakan, hal tersebut melanggar persetujuan Kemendagri yang mengharuskan pendekatan business to business.
"Telah melakukan pembayaran commitment fee kepada pihak Formula E tanpa dasar APBD dan Persetujuan DPRD dan yang tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali," jelasnya.
Romli mengatakan, berdasarkan fakta tersebut maka perbuatan Anies Baswedan dan kawan-kawan termasuk perbuatan melawan hukum (PMH) yang merugikan keuangan negara atau melakukan PMH. Selain itu Anies juga dinilai sama sekali mengabaikan atau tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau kerugian negara bersifat total loss.
"Dipastikan kasus Formula E merupakan delik penyertaan (deelneming), ada pelaku , turut serta melakukan dan yang disuruh melakukan," ujarnya.
Berbeda dengan Romli, pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad berpendapat, KPK tidak bisa menjegal Anies Baswedan maju ke pemilihan umum (pemilu) 2024 mendatang dengan menjadikan gubernur DKI Jakarta itu sebagai tersangka di kasus Formula E. Karena menurutnya, memang tidak ada pidana yang dilakukan Anies dalam kasus tersebut.
“Peluang menjegal Anies tidak bisa karena tidak ada perbuatan pidana yang dilakukan Anies (dalam kasus Formula E),” kata Suparji, Senin (3/10/2022).
Suparji meminta agar KPK menjunjung tinggi independensi, obyektivitas dan agar tidak menjadi alat bagi siapapun. Termasuk dalam kasus dugaan korupsi di Formula E, jika tidak ada pidana dalam Formula E maka kasus harus segera dihentikan.
“Dalam pekerjaan tersebut tidak ada unsur-unsur pidananya, jadi ya (harus) dihentikan karena tidak ada bukti-bukti perbuatan pidana,” kata dia.