Selasa 11 Apr 2017 15:27 WIB

Sidang Tuntutan Ahok Ditunda, Pengamat: Luar Biasa

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Indira Rezkisari
Berkas persidangan dugaan kasus penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok disiapkan di meja hakim oleh PN Jakarta Utara di Auditorium Kementan, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (4/4).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Berkas persidangan dugaan kasus penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok disiapkan di meja hakim oleh PN Jakarta Utara di Auditorium Kementan, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (4/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang pembacaan tuntutan kasus tuduhan penistaan agama oleh Basuki Tjahaya Purnama yang seharusnya digelar hari ini, Selasa (11/4), ditunda. Hakim memutuskan sidang ini akan digelar pada 20 April, sehari setelah hari pencoblosan putaran dua Pilkada DKI Jakarta.

Peneliti politik dari Skala Survei Indonesia, Abdul Hakim menilai penundaan ini terasa ganjil. "Memang kasus Pak Ahok ini 'luar biasa'," katanya pada Republika.co.id. Ia melihat kasus ini sudah di luar nalar.

Sebelumnya, Majelis Hakim sudah mengizinkan sidang ini disiarkan langsung oleh saluran televisi. Tapi kemudian kepolisian mengirimkan surat rekomendasi agar sidang ditunda. Abdul menilai ini sebagai intervensi.

Ia melihat alasan keamanan yang dikemukakan polisi juga ganjil. Pasalnya, mengawal aksi ratusan ribu orang kemarin saja polisi mampu. Abdul mengatakan seharusnya jika sudah P21, kepolisian tidak punya hak lagi untuk intervensi.

Alasan tuntutan jaksa penuntut umum belum siap pun cukup mengagetkan. "Ada hal-hal ini yang menurut saya, kasus Pak Ahok ini spesial sekali," katanya.

Ketua tim Jaksa Penuntut Umum, Ali Mukartono sebelumnya mengklaim penundaan sidang bukan karena rekomendasi Polda Metro Jaya. Hakim akhirnya memutuskan sidang dijadwal ulang pada 20 April. Sedangkan pledoi akan disampaikan lima hari pascapembacaan tuntutan, yaitu pada 25 April 2017.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement