Senin 10 Apr 2017 09:40 WIB

Bawaslu: Sistem Noken Sebaiknya tidak Digunakan untuk Pilkada 2018

Rep: Dian Erika N/ Red: Angga Indrawan
Pilkada (ilustrasi)
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Badan Pengawas Pengawas Pemilu (Bawaslu), Nelson Simanjuntak, mengatakan sistem noken sebaiknya tidak lagi digunakan dalam Pilkada 2018 atau Pemilu. Selain bertentangan dengan asas pemilu, sistem noken pun berpotensi memicu terjadinya konflik horizontal.

Menurut Nelson, sistem noken membuat pemilih menggunakan hak pilihnya secara terbuka. Dengan demikian, asas kerahasiaan dalam memilih menjadi hilang.

"Kedua,  karena dalam masyarakat  ada semacam kekuasaan pada kepala suku, atau kepala desa, maka  kebebasan individu untuk memilih menjadi berkurang," ujarnya di Jakarta, Senin (10/4).

Alasan selanjutnya, katanya, sistem noken dilakukan secara kolektif sehingga  cenderung mudah diperjualbelikan oleh kepala desa atau kepala suku dengan paslon tertentu. Melihat kondisi ini, potensi konflik horizontal sangat mungkin terjadi.

"Sebab sangat mudah untuk mengidentifikasi siapa yang mendukung siapa. Sebaiknya sistem noken tidak digunakan untuk Pilkada 2018 dengan catatan harus ada persiapan matang dari penyelenggara," tutur Nelson.

Dia menyarankan peniadaan sistem noken dilakukan secara bertahap. Masyarakat yang saat ini masih menggunakan sistem noken harus mendapatkan sosialisasi terus-menerus dari penyelenggara.  "Sosialisasi secara teknis melalui audio visual dan memberikan pemahaman kepada masyarakat sehingga lebih mudah diterima dan tidak ada gesekan sosial," tambahnya.

Pada Pilkada serentak 2017, sebanyak enam kabupaten dari 11 kabupaten/kota di Papua menggunakan sistem noken. Keenam kabupaten yang menggunakan sistem noken yaitu Puncak Jaya, Intan Jaya, Tolikara, Lanny Jaya, Nduga, dan Kabupaten Dogiyai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement