REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut tanda-tanda retakan longsor di Perbukitan Dusun Dlopo, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur sejak 2015.
"Sebelumnya pada awal 2015, di perbukitan Dusun Dlopo ini sudah terdeteksi adanya retakan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Ahad (9/4).
Ia mengatakan, pada 2015 retakan di perbukitan selebar 5-10 centimeter (cm) dengan panjang 50 meter (m). Kemudian, retakan makin meluas pada awal 2016 mencapai lebar 20 cm dan panjang 200 meter (m).
Saat itu, ia mengatakan, BPBD Kabupaten Nganjuk memberitahukan imbauan pada masyarakat agar tidak beraktivitas di lereng yang rawan longsor. Kemudain, ia melanjutkan, pada Januari 2017 retakan bertambah menjadi lebar 30 cm dan panjang 300 m. Saat itu, BPBD Nganjuk kembali memberikan peringatan kepada masyarakat. Kemudian, pada Maret 2017 terjadi longsor kecil.
"Untuk mengantisipasi kemungkinan longsor, BPBD Nganjuk memasang rambu peringatan bahaya longsor," jelasnya.
Kemudian, pada Sabtu (8/4) terjadi hujan deras di wilayah Nganjuk yang menyebabkan tanah makin jenuh air dan kondisi kohesi batuan makin lemah. Sehingga pada Ahad (9/4) siang sekira pukul 14.00 WIB terjadi longsor.
Sutopo mengatakan, berdasarkan laporan BPBD Nganjuk tidak ada permukiman di lereng perbukitan, hanya ada sawah dan lading warga. Namun, saat longsor, masyarkat tengah beraktivitas di lahan pertanian.
"Itulah kemudian terjadi longsor dan menimbun warga," ujar dia.
Sutopo menjelaskan, saat ini tim sar gabungan terus melakukan pencarian, penyelamatan serta evakuasi korban. Ia menyebut, kondisi medan sulit diakses masyarakat. Sehingga, alat berat tidak memungkinkan menjangkau lokasi karena jalan hanya selebar 40 cm. Selain itu, komunikasi juga terkendala karena tidak ada sinyal telepon genggam.