Sabtu 08 Apr 2017 17:46 WIB

Kapolri Dorong Islam Sinkretis untuk Tangkal Paham Radikal

Rep: Alfan Tiara Hilmi/ Red: Teguh Firmansyah
Kapolri, Jenderal Tito Karnavian
Foto: ROL/Fakhtar K Lubis
Kapolri, Jenderal Tito Karnavian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, salah satu upaya untuk menangkal radikalisme di Indonesia adalah dengan mengembangkan paham tandingan. Ia menyebutkan, ada tiga ideologi yang bisa menjadi tandingan radikalisme, yaitu Pancasila, Islam sinkretis, dan demokrasi.

“Kita harus mengintensifkan Pancasila sebagai Ideologi. Selain itu kita juga harus mengembangkan ideologi yang sinkretis khas indonesia. Dan yang ketiga adalah ideologi demokrasi. Ketiga ideologi tersebut bisa menjadi tandingan untuk meredam radikalisme,” ujar Tito di sebuah acara seminar yang diadakan di Hotel Aryaduta, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (8/4).

Menurut Tito, ada dua bentuk islam sinkretis yang ia maksud di Indonesia. Pertama adalah Islam nusantara yang dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama, dan Islam berkemajuan ala Muhammadiyah.

“Kalau di NU ada Islam nusantara, kalau di Muhammadiyah ada istilah islam yang berkemajuan. Dua mainstream ini adalah Islam moderat yang bisa menandingi mereka,” ujar Jenderal yang pernah menjadi lulusan Akpol terbaik tersebut.

Selain mengembangkan ideologi tandingan, menurut Tito, perlu ada moderasi narasi untuk melawan paham radikal. Bentuk dari moderasi narasi radikal adalah dengan membuat penafsiran yang benar atas ayat-ayat berpotensi disalahgunakan. Ia menyatakan, peran ulama dalam tahap ini sangatlah diperlukan.

“Jadi misalnya ada pihak yang menganjurkan bahwa bom bunuh diri itu boleh, ada ayatnya katanya. Nah kita minta ulama - ulama kita, untuk membuat penafsiran tandingan bahwa bukan seperti itu maksud dari ayat tersebut. Nanti ulama yang akan menjelaskan,” kata Tito.

Baca juga, Ketua MUI: Negara Gaduh Setelah Ada Kelompok Radikal.

Tito yang sudah berpengalaman menangani kasus Bom Bali Dua dan Bom Sarinah itu mengatakan, paham radikal tidak dapat hilang dengan kekerasan. Menurutnya, ideologi hanya bisa kalah dengan ideologi dan pemikiran lain.

“Radikalisme tidak akan hilang jika kita hanya menangkap atau membunuh pelaku. Kalau Pancasila, Islam nusantara, dan demokrasinya jalan, maka radikalisme ini akan hilang dengan sendirinya,” ujarnya diikuti tepuk tangan para hadirin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement