REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Anti Mafia Sumber Daya Alam, yang terdiri atas sejumlah LSM, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memberantas korupsi di sektor sumber daya alam. KPK diminta untuk melakukan evaluasi terhadap pencapaian Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA).
Wakil Koordinator Jikalahari, Made Ali menuturkan program GNPSDA ini harus dilanjutkan ke tahap kedua dengan memfokuskan pada isu pencegahan dan penindakan korupsi di sektor sumber daya alam. "KPK juga harus melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pencapaian GNPSDA," kata dia, dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (7/4).
Hasil evaluasi GNPSDA tersebut, nantinya perlu dilaporkan kepada presiden sekaligus meminta presiden untuk menindaklanjutinya dengan memberikan reward and punishment. Menurut dia, KPK juga harus melakukan komitmen ulang dengan pemerintah pusat dan daerah untuk upaya penyelamatan dan pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam.
Pada 19 Maret 2015 di Istana Negara, sejumlah kementrian dan lembaga serta pemerintah daerah menandatangani Nota Kesepakatan Rencana Aksi Bersama Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA). GNPSDA merupakan program bersama yang difasilitasi oleh KPK untuk mengatasi sejumlah persoalan pada pengelolaan SDA.
Program itu, ucap Made, menemukan bahwa lemahnya pengawasan dalam pengelolaan hutan telah menyebabkan hilangnya potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Misalnya, akibat pertambangan di dalam kawasan hutan negara kehilangan potensi PNBP sebesar Rp 15,9 triliun per tahun.
Hal ini disebabkan oleh 1.052 usaha pertambangan yang beroperasi di kawasan hutan tanpa melalui prosedur pinjam pakai. Belum lagi kerugian negara akibat pembalakan liar yang mencapai Rp 35 triliun.
Dari sektor pertambangan, program GNPSDA setidaknya dapat mengoptimalkan pendapatan negara dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) melalui penagihan tunggakan PNBP lebih dari 20 triliunan rupiah. Mengingat, tunggakan PNBP yang pada 2016 mencapai Rp 26 triliun telah berkurang menjadi Rp 4,9 triliun per 20 Februari 2017.
Selain itu, lanjut Made, program GNPSDA juga berhasil menertibkan izin usaha pertambangan (IUP) melalui pencabutan sekitar 1.500 IUP di 31 provinsi. Juga 9 Kontrak Karya dan 22 perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) telah menandatangani naskah amandemen renegosiasi.
Setelah dua tahun pelaksanaan, koalisi antimafia ini mendapat informasi soal program GNPSDA KPK yang tidak dilanjutkan. Menurut Made, jika kabar tersebut benar maka hal tersebut akan menjadi langkah mundur bagi agenda pencegahan korupsi di Indonesia, khususnya pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam.
"Penghentian GNPSDA tentu saja akan menguntungkan mafia dan membuat pelaku korupsi sumber daya alam semakin berjaya," tutur dia.
Koalisi Anti Mafia Sumber Daya alam terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berbasis baik itu di Jakarta maupun daerah lain. LSM yang tergabung dalam koalisi tersebut yakni ICW, PWYP , IBC, SAJOGYO INSTITUTE, AURIGA, JIKALAHARI, YBB KALTENG, YCMM, PILNET, FITRA RIAU, WALHI Bengkulu, TuK Indonesia.