Kamis 06 Apr 2017 13:36 WIB

Saat Hakim Ingatkan Setnov tentang Sumpahnya

Ketua DPR Setya Novanto
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Ketua DPR Setya Novanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov) membantah menerima uang dari proyek kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) sekaligus membantah ikut mengawal penganggaran pengadaan KTP-el di DPR.

"Ada hiruk pikuk e-KPT karena ada pembagian uang dan anda bagian orang yang mengawal proyek ini?" tanya Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/4).

"Tidak ada, tidak benar," jawab Setnov. Setnov menjadi saksi untuk dua terdakwa yaitu mantan direktur jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

"Anda yakin tidak terkait dengan bagian uang KTP-el?" tanya hakim Jhon.

"Tidak benar," jawab Setnov,

"Sama sekali tidak pernah terima atau terkait uang proyek e-KTP?" tanya hakim Jhon.

"Betul, yakin," jawab Setnov.

"Saya ingatkan anda sudah bersumpah!" tegas hakim Jhon.

"Betul sesuai sumpah saya," jawab Setnov.

"Bagaimana kalau fraksi yang anda pimpin diharapkan dapat mengawal proyek e-KTP?" tanya Hakim Jhon.

"Tidak benar yang mulia, tidak pernah dengar istilah mengawal," jawab Setnov.

"Pernah memberikan instruksi tertentu ke anggota partai?" tanya Hakim Jhon.

"Tidak pernah," jawab Setnov.

Dalam dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi disebutkan bahwa Setnov adalah salah satu pihak yang berperan dalam pengadaan KTP-el dengan total anggaran Rp 5,95 triliun dan mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 2,3 triliun.

Sejumlah peran Setnov antara lain adalah menghadiri pertemuan di Hotel Gran Melia pada 2010 yang dihadiri Irman, Sugiharto, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini dan Setnov.

Dalam pertemuan itu Setnov menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan KTP-el. Selanjutnya pada Juli-Agustus 2010, DPR mulai melakukan pembahasan Rencana APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setnov, Anas Urbaningrum, Nazaruddin karena dianggap representasi Partai Demokrat dan Golkar yang dapat mendorong Komisi II menyetujui KTP-el.

Proses pembahasan akan dikawal Fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan fee kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri. Sebagai imbalan, Setya Novanto dan Andi Agustinus mendapat sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574,2 miliar sedangkan Partai Golkar mendapat Rp 150 miliar.

Selain Irman dan Sugiharto, KPK juga menetapkan Andi Agustinus dan mantan anggota Komisi II dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka dalam perkara ini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement