Senin 03 Apr 2017 05:41 WIB

Tanda-Tanda Tanah Longsor Ponorogo Muncul, Mengapa Jatuh Korban?

Rep: Andrian Saputra/ Red: Nur Aini
 Tim SAR gabungan melakukan pencarian korban yang tertimbun longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Ahad (2/4).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Tim SAR gabungan melakukan pencarian korban yang tertimbun longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, Ahad (2/4).

REPUBLIKA.CO.ID,PONOROGO -- Bencana tanah longsor melanda Desa Banaran Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Sabtu (1/4). Tanah longsor tersebut ternyata sudah dideteksi warga sejak pertengahan Maret 2017.

Pertengahan bulan lalu, warga dusun Tangkil sudah melihat tanda-tanda akan terjadi longsor. Warga melihat tanah di Bukit Gede, yang berada di kawasan itu sedikit demi sedikit mulai retak. Kondisi itu pun langsung dilaporkan warga dusun Tangkil kepada Kepala Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo.

"Warga itu melapor katanya ada retak-retak di atas bukit, tanahnya turun sedikit-sedikit. Saya dan perangkat desa langsung naik, cek ke lokasi," ungkap Kepala Desa Banaran, Sarnu kepada Republika.co.id pada Ahad (2/4) siang.

Setiap hari tanah di bukit Gede terus mengalami pergerakan. Sarnu menuturkan, pada mulanya terlihat retakan tanah di Bukit Gede sepanjang 60 sentimeter. Setiap hari bertambah sekitar delapan hingga 10 cm. Sejak saat itu, warga pun diminta untuk waspada. Sarnu mengingatkan warga akan potensi longsor Bukit Gede yang dapat terjadi kapanpun.

Dengan kondisi itu, dia pun mengintruksikan Jogoboyo (sebutan bagi keamanan kampung) untuk memantau retakan tanah di Bukit Gede setiap harinya. Selain itu, warga pun telah diimbau untuk mengungsi ke pemukiman warga lainnya yang lebih tinggi dan jauh dari jarak bukit Gede. Imbauan untuk mengungsi pun didengar warga. Hanya saja warga Tangkil hanya akan mengungsi pada malam hari, sementara pada pagi hingga siang warga kembali ke pemukimannya di bawah Bukit Gede.

Ada alasan mengapa warga tak ingin meninggalkan pemukiman itu. Menurut Sarnu, warga sudah menanti-nanti panen Jahe di kebunnya masing-masing yang berada tak jauh dari pemukiman mereka.

(Baca juga: Cerita Kepala Dusun Soal Prediksi Tanah Longsor Ponorogo Meleset)

Sabtu (1/4) pagi, sekitar pukul delapan, bencana longsor itu datang. Bergemuruh, Tanah bukit Gede runtuh, menimbun warga yang tengah beraktifitas di perkebunan, menghancurkan semua pemukiman di Dusun Tangkil. Sarnu yang menyaksikan kejadian itu melihat debu tebal menggumpal berterbangan berbarengan dengan runtuhnya tanah Bukit Gede, sementara warga di sekitar pemukimannya pun berteriak ketakutan. Material bukit Gede tak hanya melumat pemukiman warga dDsun Tangkil. Hanya sekejap, material juga melumat dusun Krajan yang berada di bawah Dusun Tangkil.

"Bukan longsor biasa, suara bergemuruh tiga kali saya dengar jatuhnya, seperti suara helikopter, blug, bleg, bleg, begitu. Tidak bisa dipikir dengan logika, kalau dilihat tanahnya itu, material yang turun seakan-akan tak imbang, tidak ada curah hujan mungkin dari situ warga juga lengah, hanya tiga detik satu setengah kilo rata semua oleh tanah," tutur Sarnu mengisahkan.

Pascabencana itu, 28 orang dinyatakan hilang, 28 rumah tertimbun longsor. Sementara itu pada Ahad (2/4) siang,  tim evakuasi berhasil menemukan dua jenazah warga dusun Tangkil yang tertimbun longsor. Keduanya yakni  yakni Katmi  (65 tahun) dan Danu Setiawan (28 tahun). Jenazah keduanya langsung dikuburkan tak jauh dari lokasi bencana longsor pada sore harinya.

Sementara itu, hujan deras yang mengguyur Desa Banaran membuat proses pencarian dihentikan. Tim gabungan yang terdiri dari BPBD, Basarnas, Polri, TNI dan relawan lainnya akan kembali melakukan pencarian korban hilang lainnya pada Senin (3/4).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement