Senin 03 Apr 2017 04:21 WIB

BNPB: 40,9 Juta Jiwa Terancam Tanah Longsor, 488 Ribu Masih Balita

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nur Aini
Lokasi longsor, Dusun Krajan dan Dusun Tangkil, Banaran, Pulung, Ponorogo. Tim evakuasi gabungan baru menemukan dua dari 29 jiwa yang dinyatakan hilang.
Foto: Republika/Andrian Saputra
Lokasi longsor, Dusun Krajan dan Dusun Tangkil, Banaran, Pulung, Ponorogo. Tim evakuasi gabungan baru menemukan dua dari 29 jiwa yang dinyatakan hilang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) mengungkapkan sebanyak 40,9 juta jiwa penduduk Indonesia tinggal di wilayah rawan longsor. Dari jumlah itu, sebanyak 488 ribu merupakan balita.

"Longsor bencana mematikan, korban meninggal akibat longsor banyak," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Graha BNPB Jakarta, Ahad (2/4).

Ia mengatakan, berdasarkan data BNPB, hampir seluruh wilayah Indonesia rawan longsor. Daerah rawan longsor tersebar di sepanjang Bukit Barisan di Sumatra, Jawa bagian tengah dan selatan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Ia memerinci, sebanyak 274 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang hingga tinggi dari longsor di Indonesia.

Bahkan, jumlah penduduk yang berpotensi terpapar longsor, yakni 40,9 juta jiwa. Ia menjabarkan, sebanyak 488 ribu dari 40,9 juta jiwa adalah balita yang berlokasi di daerah bahaya longsor tinggi. Sebanyak 3,6 juta balita berada di lokasi longsor kategori bahaya sedang. Kemudian, sebanyak 39 ribu jiwa kelompok disabilitas berada dalam kategori bahaya tinggi. Sementara 284 ribu jiwa kelompok rentan berada dalam kategori bahaya sedang. Sebanyak 386 ribu jiwa kelompok lansia berada dalam kategori bahaya tinggi. Serta, 2,8 juta jiwa lansia berada dalam kategori bahaya sedang.

Sutopo menyebut, 17,2 persen dari 40,9 juta jiwa terdampak langsung bahaya longsor kategori sedang hingga tinggi. Sutopo menyebut, BNPB bersama pemangku kepentingan lainnya selalu memetakan prakiraan potensi gerakan tanah. Namun, ia berujar, masyarakat belum banyak menggunakan peta prediksi longsor sebagai dasar dalam beraktivitas. "Kemampuan menghindar dan memproteksi dirinya dari bahaya longsor, sangat minim," ujarnya.

Selain itu, ia mengatakan, umumnya masyarakat yang terdampak longsor tinggal di daerah dengan infrastruktur terbatas. Sehingga, evakuasi terkendala medan saat terjadi longsor. Sementara itu, Sutopo menjabarkan, terdapat 251 bencana longsor dari 882 total bencana yang terjadi sejak 1 Januari hingga 2 April 2017. Sebanyak 22 orang meninggal akibat bencana tersebut.

Secara keseluruhan, dari 882 bencana yang terjadi, sebanyak 103 tewas, 961.440 mengungsi, 11.559 unit rumah rusak, 406 unit fasilitas umum rusak. Lebih dari 95 persen penyebab bencana higrometeorologi, seperti, banjir, puting beliung, dan longsor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement