Ahad 02 Apr 2017 10:53 WIB

Awasi Munculnya Radikalisme Sekuler

Red: Ilham
Radikalisme(ilustrasi)
Foto:

Jadi, kebalikan Orde Baru. Yang banyak ditangkapi Paban, ialah komunis, bukan sosialis. Yang ditangkapi Densus selalu Islamis, belum pernah menangkap komunis.

Itu yang ingin dikemukakan bahwa Densus tidak mewaspadai bahaya radikalisme sekuler. Saya memang tak kunjung mendengar Densus berteriak perlunya mewaspadai paham radikalisme sekuler yang belakangan laksana jamur di musim hujan. Apa Densusnya ikut sekuler?

Buktinya, tak ada badan khusus penanggulangan bahaya sekularisme. Hendaknya dibentuk Densus Sekularisme ini Pak Jenderal Tito, sebelum nasi jadi bubur. Agar ketika pensiun, tak punya pe-er.

Saya juga mengutip radikalisme sekuler dari Taufikurrahman Ruki, mantan ketua KPK, yang merasa pidato Jokowi paradoks, sementara Yusril Ihza Mahendra memberi komen ahistoris.

Harvey Cox,  pakar teologi pembebasan dari Harvard, memberi konstruksi kategori sekular urban kota (secular city).

Pertama, Dischanment of Nature. Kehidupan dunia disterilkan dari pengaruh ruhani dan agama. Sekuler liberal ini, membatasi peran agama hanya di wilayah personal. Agama cukup di dinding masjid, gereja, etcetera. Di luar itu, akal manusia jadi tuhan.

Sekuler radikal menghendaki agama menyingkir dari kehidupan. Kurang lebih sama dengan doktrin komunisme.

Kedua, Desacralization of Politics. Mazhab ini menghendaki politik dikosongkan dari pengaruh agama dan nilai spiritual. Sebab, politik semata urusan akal manusia.

Agama dengan segala simbolnya, dilarang terlibat politik. Agama merupakan wilayah khusus, harus dipisah alias tak boleh disatukan dengan politik. Ini yang diminta Presiden Jokowi.

Jika jadi, setidaknya empat parpol yang harus membubarkan diri. Yaitu, PKB, PPP,  PAN, dan PKS. Keempat orpol itu menggunakan doktrin agama dan jargon Islam. Saya baca di media sosial, Ketua Umum PKB Cak Imin, buru-buru menolak gagasan dicided of relegion itu. Sebab, bisa keburu bangkrut PKB akibatnya.

PAN saya belum dengar, sebab azasnya sangat panjang, terpanjang di dunia. Dan tak punya doktrin Islam. PPP yang berazas Islam, saya juga tak dengar. Agaknya karena 'PPP Nahi Mangkur' dan 'PPP Nahi Mungkar' sedang sibuk mendukung Ahok. Lupa!

Ketiga, Deconsentration of Values. Tak ada kebenaran mutlak! Nilai-nilai adalah relatif. Doktrin ini menisbikan kebenaran kitab suci. Kitab suci tak lebih dari buatan manusia. Akibatnya, akhirat menjadi dongeng para dukun dan para peramal. Karena logikanya begitu, penganut paham ini suka mengolok-ngolok kitab suci alias blasphemi.

 

*Djoko Edhi Abdurrahman, Mantan Anggota Komisi Hukum DPR dan Wakil Sekretaris Pemimpin Pusat Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum PBNU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement