REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perlindungan pada anak dari tindak kekerasan seksual tidak memandang jenis kelamin. Ini karena keduanya sama-sama rentan terhadap aksi kekerasan seksual.
"Kesadaran gender dari dulu memperhatikan anak perempuan karena dilihat sangat rentan pada kekerasan seksual, tetapi ternyata yang menjadi korban tidak hanya anak perempuan, banyak anak laki-laki menjadi korban," ujar Komisioner Bidang Pengasuhan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati, Kamis (30/3).
Berdasarkan pengalamannya berkeliling sejumlah Sekolah Dasar, anak perempuan bisa menjelaskan apa yang seharusnya dijaga, tetapi tidak dengan anak laki-laki. Pada saat masa puber, edukasi seksual penting untuk dilakukan oleh orang tua dan guru, tidak membedakan laki-laki atau perempuan harus diberi pengetahuan.
"Mereka memasuki fase baru ketertarikan lawan jenis, harus dijelaskan dengan baik bahwa itu adalah hal yang normal dan wajar. Berteman tidak apa-apa selama tidak menyentuh," tutur Rita.
Masih banyak keluarga yang menganggap penjelasan seperti itu sebagai hal yang tabu, ucap dia, padahal harus dijelaskan untuk menghindari kekerasan seksual.
Korban kekerasan seksual saat anak-anak, khususnya laki-laki, berpotensi menjadi pelaku saat tidak direhabilitasi dengan baik dan selanjutnya saat memasuki masa puber tidak menganggap hal yang terjadi padanya sesuatu yang salah.
"Dia bisa menganggap itu hal biasa karena tidak ada yang meluruskan hal tersebut tidak tepat dilakukan," kata Rita.
Orang tua, kata dia, dapat mengajarkan sejak dini pada anak untuk membedakan bagian tubuh yang aman dan tidak aman untuk disentuh dan membedakan rahasia dan informasi yang boleh disembunyikan. Serta, kata dia, membiasakan terbuka dan peduli pada anak di lingkungan sekitar.