Rabu 29 Mar 2017 22:20 WIB

DPR: MoU 'Izin' Geledah Bisa Lemahkan KPK

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ilham
Arsul Sani
Arsul Sani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani menegaskan, pasal dalam aturan setingkat nota kesepahaman (MoU) tidak boleh mereduksi atau mengurangi ketentuan perundang-undangan. Hal itu disampaikannya menyusul MoU yang dilakukan KPK bersama dengan Kapolri dan Kejaksaan terkait kerja sama dalam pemberantasan kasus korupsi.

Arsul mengatakan, nota kesepahaman sah-sah saja dilakukan asalkan pasal dalam MoU tidak melanggar Undang-Undang, begitu halnya Mou antara KPK, Polri dan Kejaksaan. "Saya terus terang belum baca. Tapi kalau kemudian dalam pelaksanaannya menimbulkan kesempatan, peluang, lembaga penegak hukum untuk kehilangan kesempatan untuk memperoleh alat bukti untuk membuktikan dugaan terjadinya satu tindak pidana, itu melanggar hukum. Kalau tidak, ya tidak," kata Arsul di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu  (29/3).

Ia menjelaskan, misalnya berkaitan dengan penggeledahan yang menyangkut lembaga penegak hukum lain. Dalam poin MoU tersebut diatur, bahwa lembaga yang akan menggeledah harus terlebih dahulu memberitahukan kepada pimpinan lembaga objek penggeledahan.

Menurut Arsul, yang menjadi persoalan adalah apakah nantinya setelah diberitahukan, pimpinan lembaga dapat menolak proses penggeladahan? Sebeb, itu bisa mengurangi alat bukti. "Itu lah yang tidak sesuai UU. Karena itu berarti mereduksi atau membentur dari maksud UU. Tapi kalau untuk menyatakan bahwa jangka waktu sekian direspon oleh lembaga. Makanya (saya tanya) di Mou itu disebutkan nggak, harus berapa hari," kata Arsul.

Karenanya, Sekjen PPP tersebut mengungkapkan hal tersebut yang akan ia soroti kepada KPK berkaitan dengan jaminan agar MoU tersebut tidak mereduksi kewenangan lembaga sehingga tidak mengurangi kecepatan dan kesempatan untuk bisa mendapatkan alat bukti. Karena kalau tidak, menurut Arsul, hal ini tidak menutup kemungkinan bisa melemahkan KPK dalam menangani kasus-kasus korupsi.

"Tidak tertutup kemungkinan. Tapi saya juga tidak ingin buru-buru ber-suudzon bahwa itu pasti akan melemahkan sebelum nanti mendengar penjelasan secara terbuka dari masing-masing kepala lembaganya," katanya.

Diketahui, Rabu pagi tadi pimpinan KPK, Polri dan Kejaksaan Agung melakukan nota kesepahaman terkait penanganan kasus hukum di Mabes Polri Jakarta. Nota kesepahaman itu antara lain mengatur jika dalam pemanggilan, pemeriksaan kasus yang melibatkan aparat penegak hukum harus memberitahukan kepada pimpinan aparat hukum tersebut.

Selain itu, berkenaan juga tindakan penggeledahan maupun penyitaan, harus juga diberitahukan kepada pimpinan pihak yang menjadi objek dilakukan tindakan atau 'permisi', kecuali dalam hal operasi tangkap tangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement