Rabu 29 Mar 2017 08:43 WIB

Dewan Pakar ICMI: Sidang Ahok, Sidang Terlama dan Termahal

Rep: c63/ Red: Angga Indrawan
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (14/3).
Foto: Antara/Reno Esnir
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama memasuki bulan kelima. Banyak dinamika dan perdebatan di dalam dan luar pesidanganya.

"Ini sidang penistaan agama terlama di negara muslim terbesar di dunia," kata Dewan Pakar ICMI Anton Tabah Digdoyo kepada Republika, Rabu (29/3).

Selain lama, kata Anton, yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum MUI pusat, sidang Basuki alias Ahok juga menjadi termahal dalam sejarah persidangan kasus penistaan agama .

"Ini ditengarai dampak intervensi penguasa sehingga negara perlakukan Ahok sangat istimewa publik menilai sidang yang sedang digelar pun seperti sandiwara," ujarnya.

Menurut purnawirawan polisi ini, kasus tersebut mestinya mudah, cepat, dan murah sehingga tidak perlu menjadi rumit lama dan mahal seperti sekarang ini. Apalagi kasus ini suda banyak yurisprudensinya sehingga hakim dalam putusannya tinggal mengikuti putusan hakim terdahulu.

Bahkan belum lama ini kata Anton tepatnya tgl 23 Maret yang lalu PN Semarang baru memvonis terdakwa penoda agama Andrew Handoko yg menghina Alquran dengan vonis 28 bulan penjara hanya dengan tiga kali sidang. Ini terlihat mudah, cepat dan murah.

Dalam sidang dengan terdakwa Ahok kata Anton publik benar-benar dibuat heran, melihat Ahok begitu diistimewakan. "Apakah karena ia banyak dana? Sehingga masyarakat kreatif buat lagu, puisi syair untuk jadi viral-viral menyindir penguasa yang dinilai zalim," katanya.

Anton mengatakan seharusnya penguasa tahu jika kasus penistaan agama ini memiliki derajat keresahan masyarakat sangat tinggi dan bisa menjadi konflik horisontal yang merusak persatuan kesatuan NKRI.  Untuk itu kata dia sejak tahu 1964 Mahkamah Agung telah buat fatwa agar terdakwa penodaan agama dihukum berat dan mulai januari 1965 negara buat UU Nomor 1 PNPS Th 1965 Tentang Penodaan Agama denga ancaman hukuman berat ketika kasus penodaan agama marak pra G30S PKI tahun 1965.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement