REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana merevisi Peraturan Menteri (Permen) Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggraaan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Upaya itu, salah satunya untuk mengatasi masalah transportasi online (daring).
Tetapi, beberapa di antara manajemen transportasi online disebut menyatakan ketidaksepakatan, setidaknya terhadap tiga dari 11 poin revisi. Tiga poin itu, yakni batasan kuota, tarif atas bawah dan STNK berbadan hukum.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Harryadin Mahardika menilai, di sinilah diperlukan seni negosiasi dari pemerintah. Harryadin mencontohkan dalam urusan praktis, pemerintah dalam hal ini adalah sebagai pemilik jaringan internet.
"Mungkin kalau diperlukan, bisa dimatikan jaringan internetnya terlebih dulu. Artinya dapat membawa mereka datang untuk duduk bernegosiasi. Kita kan mau bikin aturan, orang yang diatur harus takut sama kita," ujar Harryadin di Warung Daun, Cikini, Sabtu (25/3).
Menurut Harryadin, seringkalinya para perwakilan jasa aplikasi transportasi online tidak hadir pada undangan publik, termasuk yang dihadiri pemerintah, mengindikasikan mereka tidak cukup takut. Harryadin mengatakan, bagaimana membuat mereka takut, kuncinya diperlukan seni negosiasi.
Baca: Pemerintah Perlu Buat Manajemen Transportasi Daring Ketakutan
"Kalau terus dibiarkan, yang jadi korban kan driver, driver jadi representatif padahal mereka bukan bagian manajemen. Pemerintah perlu mencari senjata agar bisa duduk bersama di perundingan," kata dia.
Di samping itu, Harryadin juga mencontohkan, Prancis berhasil menciptakan regulasi terkait fenomena transportasi online. Menurutnya, masalah ini harus dilihat dalam ekosistem global, internasional. Kendati ada aplikasi buatan anak bangsa, namun pendanaan dan operasional tetap diatur perusahaan luar negeri. Karenanya, dalam hal ini pemerintah juga perlu bernegosiasi langsung dengan pihak asing tersebut.
Plt Kapuskom Publik Kemenhub JA Barata mengatakan pemerintah tentu sudah sering melakukan perundingan-perundingan dengan manajemen transportasi daring. Terkait aturan batasan kuota, penentuan tarif dan lainnya juga diakui Barata, salah satunya datang dari ide manajemen transportasi online.
"Memang cuma ada beberapa yang tidak setuju. Dan kalau dalam pertemuan dengan kami, biasanya ada perwakilan, tapi mereka tidak menyuarakan apa-apa. Ide untuk penetapan tarif, kuota, datang dari beberapa pihak online, minta supaya diatur, supaya tidak terjadi persaingan tidak sehat, bukan hanya degan kendaraan reguler tapi juga dengan online lainnya," kata Barata.