REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Teguh Djuwarno yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum KPK sebagai saksi dalam lanjutan sidang kasus proyek pengadaan KTP elektronik mengaku tidak ikut rapat pembahasan KTP-El. Teguh mengaku dalam kondisi sakit sehingga tak dapat mengikuti rapat.
"Sehingga saya tidak bisa memberikan catatan. Pada rapat 5 Mei 2010 itu saya sedang terbaring sakit karena putus otot tendon kaki saat main futsal. Pada tanggal 7 Mei saya harus operasi besar," kata Teguh dalam sidang kasus proyek KTP-el di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (23/3).
"Secara faktual Saudara tidak pernah ikut pembahasan KTP-el, pernah tanda tangan surat terkait dengan KTP-el?" tanya salah satu anggota Majelis Hakim.
"Tidak pernah," jawab Teguh.
"Dalam surat dakwaan, baik dalam rapat pada tanggal 5 Mei 2010. Sebelum rapat itu, terdakwa satu (Irman) bertemu dengan Gamawan Fauzi, Diah Anggraini, Ganjar Pranowo, Taufik Effendi, dan Teguh Djuwarno, Saudara di mana?" tanya Hakim.
"Keterangan tersebut keliru. Saat itu saya sedang sakit, saya bisa serahkan surat rekam medisnya," jawab Teguh.
Dalam persidangan, Teguh sempat menyatakan bahwa terdapat dua rapat penting terkait dengan pembahasan KTP-el di Komisi II DPR RI, pertama pada tanggal 5 Mei 2010 dan kedua pada tanggal 11 Mei 2010.
"Jumlah rapat KTP-el yang terjadi tentu tidak hafal. Berdasarkan notula bulan Mei ada dua rapat penting. Pertama rapat kerja dengan Mendagri dengan Komisi II pada tanggal 5 Mei 2010 itu rapat usulan anggaran kemudian rapat dengar pendapat (RDP) dengan Sekjen Kemendagri pada tanggal 11 Mei 2010," ucap Teguh.
Dalam dakwaan disebut bahwa Teguh Djuwarno menerima 167 ribu dolar AS terkait dengan proyek sebesar Rp5,9 triliun tersebut. Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) atas Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.