Selasa 21 Mar 2017 15:53 WIB

GNPF-MUI: Saksi Ahli Ahok Tegaskan Al-Maidah 51 Sebagai Alat Kebohongan

Rep: Singgih Wiryono/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (kiri) berbincang bersama kuasa hukumnya saat menjalani sidang yang digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (kiri) berbincang bersama kuasa hukumnya saat menjalani sidang yang digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Persidangan Tim Advokasi GNPF MUI Nasrulloh Nasution yang turut menyaksikan jalannya persidangan menyatakan, keterangan ahli yang menyatakan surah al-Maidah 51 sebagai alat kebohongan sesuai dengan keterangan-keterangan ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU). Dalam persidangan sebelumnya, ahli pidana dan ahli agama Islam yang dihadirkan jaksa menjelaskan makna dibohongi surah al-Maidah 51, berarti surah al-Maidah dijadikan alat kebohongan dan ulama yang menyampaikan surah al-Maidah sebagai orang yang berbohong.

Nasrulloh mengatakan, Rahayu juga menjelaskan arti kata "orang" dalam kalimat dibodohin pakai surah al-Maidah 51 adalah ungkapan yang bermakna umum, tidak hanya bermakna elite politik. "Artinya, bisa juga bermakna ulama sebagai orang yang menyampaikan surah al-Maidah 51," ujarnya di Jakarta, Selasa (21/3).

Keterangan ahli bahasa ini, kata dia, sudah sesuai dengan keterangan ahli-ahli JPU, menguatkan fakta bahwa selain mengatakan surah al-Maidah 51 sebagai alat kebohongan. "Ahli juga mengatakan bahwa orang yang menyampaikan surah al-Maidah 51 sebagai orang yang menyebarkan kebohongan," katanya.

Nasrulloh berpendapat, ahli bahasa yang dihadirkan penasihat hukum Ahok juga menguatkan unsur niat Ahok untuk menista agama Islam. Menurut dia, ahli sudah menyimpulkan bahwa perkataan Ahok di Kepulauan Seribu yang menyinggung surah al-Maidah 51 merupakan hasil pengalaman Ahok dari kegagalannya bertarung di Pilgub Bangka Belitung 2007.

Lebih lanjut, kata dia, Ahok menuduh kegagalannya dalam pemilihan kepala daerah akibat adanya selebaran yang saat itu disebar. Selebaran yang beredar itu menyeru agar tidak memilih pemimpin non-Muslim sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surah al-Maidah 51.

Lebih lanjut, Nasrulloh mengatakan, ahli bahasa menerangkan bahwa tidak ada ruang hampa dalam pikiran dan setiap perkataan tidak dapat berdiri sendiri dan selalu berhubungan dengan perkataan sebelumnya. Pengalaman kegagalan Ahok di Pilgub Bangka Belitung 2007 akibat Surat Al Maidah 51, kata dia, menjadi pengalaman buruk yang kemudian dituangkan dalam bukunya berjudul Merubah Indonesia dan disampaikannya dalam pidato di Balai Kota dan di Partai Nasdem.

"Pengalaman buruk Ahok dengan surah al-Maidah 51 adalah bukti penguat adanya unsur niat menista agama Islam," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement