Senin 20 Mar 2017 18:59 WIB

Dosen Mengaku Tuhan Menderita Skizofrenia

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agus Yulianto
Penderita skizofrenia (ilustrasi).
Foto: AP
Penderita skizofrenia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang dosen Universitas Mataram, Sabar Nababan, yang mengaku sebagai tuhan dan menciptakan agama baru, diketahui menderita skizofrenia. Seorang mahasiswanya, Edi Wiranata, mengunggah informasi di akun Facebook-nya terkait kondisi Sabar.

Sabar mengunggah soal agama baru yang diciptakannya beberapa waktu lalu. Agama yang diberinya nama Agama Angkasa Nauli itu belakangan menjadi buah bibir media sosial.

Sabar mengaku, dirinya telah ditunjuk sebagai tuhan dan mendeklarasikan agama baru bernama Agama Angkasa Nauli (AAN). Dalam kesehariannya, Sabar berprofesi sebagai dosen di jurusan Teknik Elektro Fakuktas Teknik Universitas Mataram.

"Pengamatan kami di tahun-tahun pertama sebagai mahasiswa elektro yang dalam seminggu bertemu Pak Sabar 3SKS pada mata kuliah kalkulus adalah berperangai baik, sabar seperti namanya, dan kerap memberikan bonus pada mahasiswa jika berhasil menyelesaikan soal," kata Edi, Senin (20/3).

Mahasiswa melihat Sabar adalah penganut agama Kristiani yang taat. Ini terbukti dari status-status Sabar di Facebook sebelum mengaku menjadi Tuhan yang kerap mengutip isi injil.

 

"Berkaitan dengan postingannya yang belakangan ini, menurut kami adalah berdasar pada penyakit yang beliau derita," kata Edi merujuk pada penyakit skizofrenia. Hal ini, kata dia, diketahui dari teman anaknya yang mengatakan bahwa Sadar menderita sindrom skizofrenia.

Skizofrenia adalah gangguan mental kronis yang menyebabkan penderitanya mengalami delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku. Kondisi yang biasanya berlangsung lama ini sering diartikan sebagai gangguan mental mengingat sulitnya penderita membedakan antara kenyataan dengan pikiran sendiri.

Menurut Edi, agama baru Sabar itu adalah halusinasi dan khayalannya semata yang berawal dari penyakit yang dia derita. Edi yang juga sekretaris BEM Fakultas Teknik Universitas Mataram ini berharap masyarakat bisa melihat informasi ini dan menjadikannya pembanding, untuk tidak langsung menghakimi Sabar dengan nada negatif dan provokatif.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement