Kamis 16 Mar 2017 20:11 WIB

Satu Waktu Bersama Kiai Hasyim Muzadi

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bayu Hermawan
Anggota TNI membawa foto Almarhum KH. Hasyim Muzadi saat proses pemakaman di komplek Pondok Pesantren Al-Hikam, Depok, Jabar, Kamis (16/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Anggota TNI membawa foto Almarhum KH. Hasyim Muzadi saat proses pemakaman di komplek Pondok Pesantren Al-Hikam, Depok, Jabar, Kamis (16/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Santri Nahdliyyin kehilangan salah satu Kiai kebanggan mereka atas wafatnya Kiai Hasyim Muzadi. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Romahurmuziy (Romi) menuturkan, ada satu peristiwa yang tidak bakal dilupakannya ketika bersama Hasyim Muzadi.

Kala itu, cerita Romi, selepas Pilkada Jawa Timur tahun 2007. Itu menjadi peristiwa paling bersejarah bagi pemilihan kepala daerah langsung di Jawa Timur. Sebab, pilkada dilakukan sebanyak tiga kali putaran. Romi menceritakan dirinya bersama rekan nahdliyyin lain duduk santai bersama Kiai Hasyim.

"Di kediaman beliau di Jalan Cengger Ayam, Malang," ujar Romi dalam ceritanya pada Republika.co.id, Kamis (16/3).

Dalam obrolan santai di rumah sosok kiai karismatik itu, Ada obrolan soal hasil Pilkada. Lebih tepatnya soal hasil Pilkada Jawa Timur yang menempatkan calon yang diusung PPP, Khofifah kalah sebagai calon Gubernur Jawa Timur. Romi mengaku dalam obrolan itu dia sempat bertanya pada Kiai Hasyim Muzadi soal kekalahan calon yang diusung warga nahdliyyin.

"Kiai, katanya Jawa Timur itu basis NU. Mengapa kita kok kalah ngusung gubernur NU? Apa warga NU dan para santri sudah tidak taat pada para kiainya?," ungkap Romi mengulang pertanyaan yang pernah diajukannya pada Hasyim Muzadi.

Romi yang terpilih dalam muktamar PPP Pondok Gedhe, Jakarta, tersentak dengan jawaban yang diberikan Hasyim Muzadi. Sang kiai hanya mengatakan sambil terkekah bahwa santri NU zaman dulu itu mirip dirinya, sedangkan santri NU era sekarang mirip Romahurmuziy sendiri.

"Rom, dulu santri-santri NU itu kaya (seperti) saya. Sekarang santri-santri NU kaya kamu-kamu,” kata Romi mengulang jawaban Hasyim Muzadi.

Menurut Romi, meskipun disampaikan sembari terkekeh, jawaban itu menunjukkan bentuk keprihatinan Hasyim Muzadi atas dekadensi moral dan tradisi ketaatan yang khas dari warga NU. Kini, Indonesia, khususnya warga NU kehilangan salah satu ulama yang lengkap. Baik dalam pengalaman, kedaaman ilmu, kesantunan tutur dan bahasanya, keteguhan pendirian, luas pergaulan, dan dapat diterima seluruh umat lintas agama.

Hazyim Muzadi adalah sosok ulama langka, karena bukan hanya menekuni ilmu agama tapi sudah mempraktekkannya dalam organisasi bahkan hingga ke tingkat negara. Dia dikenal sebagai sosok kiai yang alim, organisatoris ulung, orator hebat, politisi yang konsisten sekaligus negarawan sejati. Hasyim Muzadi tidak pernah terlihat menumpahkan rasa marah pada siapapun.

"Itulah kesan yang saya rasakan sebagai orang yang merasa sangat beruntung berkali-kali menimba ilmu langsung dari almarhum," ucapnya.

Satul lagi yang akan selalu diingat Romi maupun pengurus PPP lainnya adalah Hasyim Muzadi selalu meminta masukan soal pidato setelah selesai berpidato di manapun. Hal itu mencerminkan sikap rendah hati beliau pada siapapun. Kini, sosok itu telah pergi. Ulama sejati yang lebih memilih pondok pesantren Al Hikam II di Depok sebagai tempat peristirahatan terakhirnya. Ponpes yang selama ini diasuhnya, bukan di Taman Makan Pahlawan Kalibata atau di Malang, tempat awal Hasyim Muzadi membina masyarakat.

"Selamat jalan kiai, kami semua kehilangan guru bangsa sejati. Semoga kami dapat meneruskan silaturahmi, mederasi dan keteguhan panjenengan dalam mengawl Islam Rahmatan lil ‘alamin di bumi NKRI," tutup Romi dalam ceritanya selama iring-iringan kendaraan penjemput jenazah almarhum Hasyim Muzadi dari Bandara Halim Perdana Kusuma menuju Ponpes Al Hikam, Depok.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement