Senin 13 Mar 2017 15:00 WIB

Aksi Klitih Marak, Disdik Yogyakarta Optimalkan Peran Keluarga

Rep: Yulianingsih/ Red: Winda Destiana Putri
Pelajar Muhammadiyah mengiringi pemakaman Korban Klithih, Adnan Wirawan Ardiyanto di Dusun Bayen, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Kamis (14/12).
Foto: Republika/Rizma
Pelajar Muhammadiyah mengiringi pemakaman Korban Klithih, Adnan Wirawan Ardiyanto di Dusun Bayen, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Kamis (14/12).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Maraknya aksi "klitih" yang dilakukan pelajar Kota Yogyakarta hingga membawa korban meninggal dunia membuat keprihatinan tersendiri bagi dunia pendidikan di Yogyakarta.

Meski melibatkan pelajar namun aksi tersebut seringkali dilakukan diluar jam sekolah. "Sebenarnya dari kami sudah sejak lama melakukan proses pencegahan dan melakukan beberapa program antisipasi. Namun berbagi kasus terjadi justru diluar jam sekolah, jadi memang dibutuhkan optimalisasi peran keluarga disini," ujar Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Edy Heri Suasana, Senin (13/3).

Menurut Edy, Dinas Pendidikan bersama sekolah sejak 2015 sudah melakukan beberapa program untuk meminimalkan aksi kekerasan pelajar tersebut. Salah satunya dengan bekerjasama dengan aparat kepolisian untuk menjadi pembina upacara di sekolah. "Dari tahun 2015 kita juga sudah menggelar program peningkatan peran keluarga melalui pertemuan rutin pihak sekolah dengan orang tua siswa secara langsung minimal sebulan sekali," ujarnya.

Program ini akan terus ditingkatkan di 2017 ini. Pasalnya kata Edy, para orang tua tidak bisa sepenuhnya menyerahkan pendidikan anak ke sekolah. Padahal aktivitas anak lebih banyak di masyarakat dan keluarga. Karenanya peran keluarga dan masyarakat juga menjadi sangat penting dalam upaya mencegah dan memerangi aksi kekerasan terhadap pelajar.

Dinas Pendidikan kata Edy, juga sudah membentuk gugus anti kekerasan pelajar ditingkat Kota Yogyakarta. Gugus ini beranggotakan dinas pendidikan, aparat kepolisian, dan masyarakat serta perwakilan orang tua. Gugus ini akan dibentuk juga ditingkat kecamatan, kelurahan hingga tingkat sekolah.

Harapannya melalui gugus ini pemetaan potensi kekerasan di tingkat pelajar bisa dilakukan sehingga aksi "klitih" bisa diminimalisir. "Tapi bagaimanapun peran keluarga menjadi lebih besar, kita berharap orang tua selalu melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap anaknya di luar sekolah," ujarnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement