REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Zulkifli Hasan menyatakan ketidaksetujuannya bila ada pemerintah daerah yang melakukan penggusuran terhadap warga begitu saja dengan semena-mena tanpa adanya musyawarah terhadap warga korban yang terdampak.
"Di Pancasila tegas soal prinsip musyawarah mufakat. Maka menggusur tanpa musyawarah itu jelas bertentangan dengan nilai nilai Pancasila," kata Zulkifli Hasan dalam rilis, Sabtu (11/3).
Zulkifli menyatakan hal tersebut ketika menemui korban penggusuran Bukit Duri, Kampung Aquarium, dan Kalijodo yang tinggal dan bertahan di Sekretariat Ciliwung Merdeka, Tebet, Jumat (10/3). Sejumlah korban seperti Nafsiyah yang berasal dari Bukit Duri mengadukan nasibnya yang digusur tanpa ganti rugi padahal selalu membayar PBB.
Selain itu, korban penggusuran asal Kampung Aquarium, Darma Yani mempertanyakan mereka yang diusir tanpa musyawarah seakan-akan seperti musuh negara. Ketua MPR menanggapi hal tersebut menegaskan bahwa pemimpin seharusnya berpihak kepada rakyat dan bukannya malah menindas.
"Perlakukan rakyat sebagai saudara, bukan musuh negara," katanya dan mengingatkan bahwa pemimpin yang diangkat telah disumpah untuk selalu taat kepada konstitusi negara.
Sebelumnya, sejumlah korban penggusuran yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) di TPS 17, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara berharap Gubernur DKI Jakarta yang terpilih memerhatikan para warga. "Saya pribadi tidak terlalu mempermasalahkan siapa yang akan menjadi gubernur. Yang penting, siapa yang terpilih bisa memperhatikan kepentingan masyarakat," ujar Zulwandri (61 tahun), yang tempat tinggal beserta beberapa kiosnya diratakan pemerintah provinsi DKI di Kampung Aquarium, Pasar Ikan pada tahun 2016, usai memberikan suara di TPS 17 Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (15/2).
Pria sudah tinggal di wilayah Pasar Ikan sejak tahun 1967 itu mengatakan Pemprov DKI tidak adil dalam melakukan penggusuran karena hampir tidak ada sosialisasi kepada warga dan masyarakat sama sekali tidak diberikan ganti rugi.