Seorang penyuluh dari Dinas Pertanian Kabupaten Belitung Timur, Andre, menceritakan kendala penggunaan transplanter (mesin tanam) yang membutuhkan bibit-bibit dalam tray. Persiapan bibit ini memerlukan keahlian baru dalam penyemaian benih padi. Akibatnya, ketersediaan tray bibit pun terhambat, dan mesin transplanter jadi teronggok tak digunakan.

Sebenarnya kendala itu dapat diatasi. Misalnya dengan melatih lebih banyak petani untuk bisa membuat bibit padi dalam tray. Selain itu, perlu juga untuk melatih petani agar dapat mengoperasikan mesin transplanter. Dengan demikian, pemanfaatan mesin tidak bergantung hanya pada segelintir orang saja.

Setali tiga uang, permasalahan terkait mesin pertanian juga terjadi pada /combine harvester yaitu mesin panen. Mesin tanam dan mesin panen ini seolah menjadi musuh bagi tenaga kerja atau buruh tani. Karena mereka merasa kehilangan ladang pekerjaannya. Di satu sisi, pengadaan mesin ini membantu efisiensi pengolahan lahan dan pemanenan. Namun di sisi lain, menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.

Menurut penulis, solusi atas permasalahan itu dapat disiasati. Yaitu, dengan memetakan lahan berkontur rata untuk digarap menggunakan mesin, karena mesin hanya dapat bekerja optimal jika kondisi lahan tidak naik turun (tidak bergelombang). Sementara di lahan yang tidak rata, ditujukan untuk digarap para buruh tani. Dengan demikian, tidak ada lagi istilah “rebutan ladang pekerjaan” antara mesin dan tenaga manusia.

Ikuti Whatsapp Channel Republika