REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK akan menghadirkan 133 saksi untuk membuktikan perbuatan korupsi dalam pengadan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 2,314 triliun dari total anggaran Rp 5,95 triliun.
"Dari 294 saksi yang diperiksa (di tingkat penyidikan) rencananya tidak akan menghadirkan seluruh saksi, tapi akan menghadirkan saksi-saksi yang relevan dengan dakwaan. Sampai kemarin sekitar 133 saksi yang akan kami panggil," kata ketua jaksa penuntut umum KPK Irene Putri dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (9/3).
Dalam perkara ini, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto didakwa bersama-sama Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar, Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang/jasa pada Kemendagri, Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI), Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua pantia pengadaan didakwa melakukan korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektornik (KTP-el) 2011-2012.
"Karena saksi-saksi banyak maka majelis hakim, penuntut umum dan para penasihat hukum harus menghadapi proses pemeriksaan panjang dan melelahkan, sehingga saya imbau kita yang terlibat peradilan ini dapat menjalankan tugas masing-masing secara profesional," kata ketua majelis hakim Jhon Halasan Bubarbutar.
"Karena jangka waktu pemeriksaan yang pendek, maka kami akan maksimal menghadirkan 10 orang saksi setiap persidangan, tapi kami meminta waktu sidang dua kali seminggu," tambah Irene.
Dalam persidangan terungkap ada puluhan anggota DPR periode 2009-2014, pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), staf Kemendagri, auditor BPK, swasta hingga korporasi yang menikmati aliran dana proyek KTP-el tersebut.
Pemeriksaan saksi nantinya juga untuk membuktikan imbalan yang diperoleh oleh anggota DPR dan pihak lain karena menyetujui anggaran KTP-el pada 2010 dengan anggaran Rp 5,9 triliun yang proses pembahasannya. Adapun kesepakatan pembagian anggarannya adalah:
1. 51 persen atau sejumlah Rp 2,662 triliun dipergunakan untuk belanja modal atau riil pembiayaan proyek
2. Rp 2,558 triliun akan dibagi-bagikan kepada: a. Beberapa pejabat Kemendagri termasuk Irman dan Sugiharto sebesar 7 persen atau Rp 365,4 miliar
b. Anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau sejumlah Rp 261 miliar
c. Setya Novanto dan Andi Agustinus sebesar 11 persen atau sejumlah Rp 574,2 miliar
d. Anas Urbaningrum dan M Nazarudin sebesar 11 persen sejumlah Rp 574,2 miliar
e. Keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan sebesar 15 persen sejumlah Rp 783 miliar
"Uang itu sudah terdistribusi semuanya, karena proyeknya sudah selesai, berapa jumlah yang didapat masing-masing sudah kita uraikan di dakwaan, tapi tidak tertutup kemungkinan uraian dakwaan ini akan terus berkembang karena kita akan terus mendalami untuk mengungkapkan sampai sejauh mana aliran ini," kata Irene seusai sidang.
Meski disebut bersama-sama melakukan dugaan korupsi tapi jaksa tidak membeberkan dalam dakwaan berapa imbalan yang didapat Setya Novanto.
"Ini dakwaan Irman dan Sugiharto, bukan dakwaan Setya Novanto, itu yang harus dipahami. Teman-teman penyidik dan JPU akan fokus ke uang yang diterima Irman dan Sugiharto, dalam penyidikannya, ternyata uang itu tidak hanya untuk Irman dan Sugiharto tapi terhadap banyak pihak yang kemudian disebutkan," tambah Irene.
Sehingga menurut Irene, dalam rangkaian dakwaan itu masih terbuka pihak-pihak lain yang menikmati aliran dana. "Bagi kami, ini korupsi yang sangat sistematik. Kita bisa lihat bahwa korupsi sudah dimulai dari penganggaran, penganggaran itu di situ melibatkan Bappenas, Kementerian Keuangan, tim teknis, kemudian DPR yang mengesahkan. Dengan belanja modal hanya 51 persen dikurangi pajak 11,5 persen dan ada bagi-bagi uang 49 persen, maka temuan BPKP mengenai kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun di akhir pengadan cocok dengan rencana awal," jelas Irene.
Ia pun yakin bahwa setiap hal yang ada dalam dakwaan bisa dibuktikan karena KPK sudah memiliki minimal dua alat bukti ketika mulai melakukan penyidikan perkara.