Kamis 09 Mar 2017 00:49 WIB

KPK: Jangan Coba Revisi Undang-Undang karena Korupsi KTP-El

Red: Nur Aini
Juru bicara KPK Febri Diansyah memberikaan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/12) . Dalam keterangannya Febri mengkonfirmasi bahwa benar petugas KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat Bakamla.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Juru bicara KPK Febri Diansyah memberikaan keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/12) . Dalam keterangannya Febri mengkonfirmasi bahwa benar petugas KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat Bakamla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi berharap tidak ada upaya untuk melemahkan KPK terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik (KTP-El) tahun anggaran 2011-2012 yang diduga menyeret nama-nama besar di dalam dakwaan.

"Kami berharap kewenangan KPK jangan diganggu lagi oleh sejumlah pihak apalagi terkait dengan revisi Undang-Undang KPK dan ini bukan pertama kali berbagai pihak ingin bergerak, kalau kita baca rumusannya itu sebagian besar melemahkan KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/3).

Terkait pelemahan tersebut, ia mencontohkan soal penyadapan yang harus dilakukan setelah mendapat bukti permulaan yang cukup. "Sementara di undang-undang saat ini KPK menetapkan tersangka atau melakukan penyidikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Artinya sama saja ke depan kalau penyadapan diatur seperti itu tidak akan ada lagi operasi tangkap tangan. Apakah itu yang diinginkan oleh sejumlah pihak?" ujarnya.

Menurut dia, KPK merasa cukup dengan undang-undang yang ada saat ini. "Kami berharap kerja yang dilakukan menangani berbagai kasus korupsi termasuk KTP-E atau kasus-kasus lain itu kemudian tidak diganggu dengan upaya-upaya pelemahan dari berbagai pihak," kata Febri.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo di Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta, Jumat (3/3) mengatakan, dakwaan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 akan mengungkap peran nama-nama besar. "Ya nanti Anda baca saja, Anda dengarkan kemudian Anda akan melihat ya mudah-mudahan tidak ada goncangan politik yang besar karena namanya yang disebutkan banyak sekali," katanya.

KPK sudah melimpahkan berkas kasus KTP-el ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang berlokasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Rabu (1/3). Berkas itu termasuk berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka dan saksi setebal 24 ribu lembar, tetapi belum ada jadwal sidang perdana. "Nanti Anda tunggu kalau Anda mendengarkan dakwaan yang dibacakan, Anda akan sangat terkejut, banyak orang yang namanya akan disebutkan di sana. Jadi nanti secara periodik, secara berjenjang ini dulu, habis ini siapa," kata Agus.

Dalam perkara KTP-el sudah ada dua tersangka yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto. Keduanya sudah mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang membantu penegak hukum untuk membongkar perbuatan pidana.

Terdapat tokoh-tokoh besar yang pernah diperiksa sebagai saksi perkara ini di KPK, antara lain adalah Ketua DPR Setya Novanto yang juga menjadi ketua fraksi Partai Golkar periode 2011-2012, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan periode 2004-2009 dan 2009-2013 Ganjar Pranowo, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR M Jafar Hafsah, mantan pimpinan Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa, Ketua Komisi II sejak 2009 hingga Januari 2012 Chairuman Harahap, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan sejumlah anggota DPR lainnya.

KPK juga menerima total pengembalian Rp 250 miliar dari korporasi dan 14 orang individu. Pembagiannya Rp 220 miliar dikembalikan oleh korporasi dan Rp 30 miliar dikembalikan oleh individu, sebagian dari 14 orang yang mengembalikan itu adalah anggota DPR. Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement