Selasa 07 Mar 2017 19:36 WIB

Ahok Bantah Ajak Saksi Bambang untuk Berkampanye di Pulau Seribu

Terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang ke-10 di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2).
Foto: Republika/Pool/Ramdani
Terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang ke-10 di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membantah bahwa dirinya mengajak saksi Bambang Waluyo Wahab ikut dalam rombongan ke Kepulauan Seribu untuk berkampanye.

"Bukan seolah-olah saya mengajak untuk kampanye karena kalau kampanye pasti saya ajak semua anggota partai pengusung," kata Ahok saat memberikan tanggapan pada sidang dengan pemeriksaan saksi Bambang Waluyo Wahab di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3).

Ia menyatakan bahwa dirinya memang didukung oleh PDIP, Nasdem, Hanura, dan Golkar. "Saya didukung terutama oleh PDIP, Nasdem, Hanura, baru Golkar. Kenapa waktu saya ke Kepulauan Seribu saya tidak mengajak PDIP, NasDem, dan Hanura, karena memang mereka tidak ada rencana ke sana," ujarnya.

Ahok pun mengatakan dirinya memang langsung menyampaikan kepada orang dari Golkar karena mereka juga punya rencana ke Kepulauan Seribu.

"Karena teman, sering kontak-kontakan, mereka bilang mereka mau ke Kepulauan Seribu, langsung saya sampaikan ke orang Golkar, mau tidak ikut sekalian tetapi tidak boleh naik satu kapal dengan saya karena ini dinas. Tetapi kalau mendarat di Pulau Pramuka tidak ada masalah karena Pulau Pramuka itu ibukota Kepulauan Seribu. Itu bukan ruang tertutup," jelasnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mempertanyakan terkait keikutsertaan saksi Bambang Waluyo Wahab dalam kunjungan kerja Ahok di Kepulauan Seribu.

"Itu anda diundang sebagai fungsionaris atau sebagai pribadi?," tanya salah satu anggota tim JPU dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.

"Yang diundang adalah fungsionaris tertentu tetapi kami mengajak beberapa orang untuk melihat juga kantor Golkar yang akan diresmikan di sana," jawab Bambang.

Bambang dihadirkan sebagai saksi ketiga yang dihadirkan tim kuasa hukum Ahok dengan status konsultan aplikasi kenalan Ahok. Namun, dalam persidangan diketahui saksi Bambang yang diajukan oleh tim kuasa hukum Ahok merupakan anggota tim pemenangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

Selain itu, Bambang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Koordinator Bidang Pengabdian Masyarakat dan Kebijakan Publik DPD I Partai Golkar DKI Jakarta. Selain Bambang, dalam lanjutan sidang ke-13 Ahok itu, tim kuasa hukum Ahok juga memanggil dua saksi lainnya untuk memberikan keterangan.

Saksi pertama yang memberikan keterangan dalam sidang Ahok ke-13 itu adalah Wakil Rektor Universitas Darma Persada Jakarta Eko Cahyono. Ia juga diketahui sebagai mantan pasangan Ahok dalam Pilkada Bangka Belitung 2007.

Selanjutnya, saksi kedua adalah Analta Amier yang merupakan kakak angkat Ahok. Namun, Majelis Hakim menolak memeriksa Analta dengan alasan yang bersangkutan pernah mendengarkan keterangan saksi-saksi saat menghadiri sidang dengan jadwal pemeriksaan saksi-saksi tersebut.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara. Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement