REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H. Laoly memberikan tanggapan soal kasus besar proyek KTP elektronik (KTP-el) yang melibatkan pejabat legislatif dan eksekutif pada 2011-2012. Yasonna dikaitkan dalam kasus tersebut karena saat itu ia menjabat sebagai anggota Komisi II DPR RI.
"Saya enggak ada urusan soal itu. Saya dulu di DPR, dulu saya di komisi II benar, kita kan oposisi dulu, jadi sangat kritis soal itu. (Soal) Kebijakan, sangat kritis. Memang itu sangat penting. KTP-el itu sangat penting untuk single identity filter," ujarnya usai membuka konferensi arsitek dan perencana fasilitas Lapas se-Asia di Jakarta, Senin (6/3).
Menurut Yasonna, kalaupun pelaksanaan proyek E-KTP, yang ternyata merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun dari total nilai proyek sebesar Rp 5,9 triliun, itu tidak benar, maka tentu harus diserahkan kepada instansi terkait yang bergerak di bidang penegakan hukum.
"Pelaksanaannya tidak benar itu ya, mengapa sampai begitu," katanya.
Terkait banyaknya anggota DPR yang terlibat dalam proyek E-KTP, kata Yasonna, dirinya mengaku tidak tahu-menahu soal itu. "Ya itu saya enggak tahu. Yang saya tahu, (hanya) diri saya," ungkapnya.
Seperti diketahui, Yasonna sudah dua kali tidak memenuhi panggilan KPK untuk pemeriksaan terkait kasus proyek E-KTP pada pada periode 2011-2012. Panggilan pertama Yasonna tidak bisa datang ke KPK karena surat pemanggilan KPK baru diterimanya satu hari sebelum hari H. Sedangkan panggilan kedua ia tidak bisa hadir karena sedang melaksanakan tugasnya di Hongkong.
Sebelumnya, disebutkan bahwa KPK akan mengungkap nama-nama besar yang terlibat dalam kasus suap proyek E-KTP. Berkas kasus ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1 Maret kemarin, dengan dua terdakwa, Sugiharto dan Irman.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan nama-nama besar tersebut berasal dari kalangan politisi, birokrat dan swasta. "Ada 3 cluster besar dalam kasus ini, mulai dari sektor politik, birokrasi dan swasta," tutur dia.
KPK melalui penuntut umumnya dalam persidangan kasus KTP-el pada 9 Maret nanti, tentu akan membeberkan nama-nama besar yang terindikasi terlibat dalam kasus tersebut. Termasuk perannya dan apakah ada aliran dana kepada mereka.
"Kami akan uraikan peran masing-masing orang tersebut, siapa nama besar dan apa perannya, dan apakah ada indikasi aliran dana terhadap nama-nama itu," ujar dia.
Febri melanjutkan, kasus E-KTP ini tidak hanya bermasalah pada proses pengadaannya, tapi juga sudah bermasalah sejak proses perencanaan. Dari berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan KTP-el ini, salah satunya terkait kolusi dalam proyek dan indikasi aliran dana kepada sejumlah nama.
"Nama-nama pihak yang terlibat akan kita munculkan dalam dakwaan," tutur dia.