REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Republik Indonesia ketiga BJ Habibie mengatakan stabilitas pada pluralisme ada pada pemerataan yang di dalamnya ada kesejahteraan yang bersumber dari pendidikan dan pembudayaan.
"Kita ketahui sinergi konstitusi akan terjadi jika kita bisa memelihara stabilitas pada pluralisme kita. Kita tidak bisa bicara secara makro saja, kita harus tahu kalau kita bicara stabilitas artinya harus ada pemerataan," kata Habibie usai melakukan audiensi dengan Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) di Jakarta, Sabtu (4/3).
Mantan Menteri Riset dan Teknologi di era Pemerintahan Presiden Soeharto ini mengatakan maksud dari pemerataan di sini bahwa setiap manusia bisa menikmati membangun keluarga yang sejahtera. Dan itu tidak hanya tergantung pada pendidikan tapi pembudayaan juga.
"Pembudayaan yang mana? Harus kita ketahui budaya itu lebih tua dari agama, budaya yang tertua di bumi ini berusia 5.000 tahun, bahkan ilmu pengetahuan ada sejak manusia bisa berpikir pada zaman Homo Sapiens berapa ratus ribu tahun," ujar Habibie.
Ia mengatakan sudah banyak agama seperti Greek (Yunani kuno) atau Farao yang masuk jalan buntu lalu bubar. Tapi sekarang hanya ada beberapa agama tersisa di Indonesia yang akarnya datang dari Nabi Adam.
"Oleh karena itu kita bersyukur sejak awal Bangsa Indonesia menjadi sangat peka pada agama dan tidak mau memonopoli memiliki agama manapun. Yang penting kita percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, menjadi masyarakat yang theis," ujar Habibie.
Bukan berarti masyarakat atheis tidak bisa hidup di Indonesia. "Tapi jangan harap Anda bisa memimpin bangsa Indonesia dan selama hidup di Indonesia jangan 'neko-neko'. Harus ikut dengan peraturan dan undang-undang," lanjutnya.
Selain itu terkait pendidikan, Habibie mengatakan sejak Proklamasi sudah disadari bapak bangsa bahwa sumber daya manusia (SDM) yang akan selalu mengambil peran utama untuk membangun Indonesia. SDM yang mampu dan sudah mengalami proses pembudayaan sejak memasuki bangku sekolah.
"Dan proses pendidikan sejak dia lahir terutama sejak sekolah di situ kita konsentrasi bahwa pertama keluarganya harus diberi pemahaman tentang Tuhan Yang Maha Esa hingga tentang budaya. Budaya dari Sabang sampai Merauke itu berbeda-beda tapi bukan berarti kita harus berlawanan," ujar Habibie.
Karenanya, SDM di bumi Indonesia harus menjadi andalan masa depan. SDM, ia mengatakan harus memiliki rasa cinta, pada Tuhan Yang Maha Esa, pada sesama manusia, pada karya sesamanya, pada lingkungannya dan pada pekerjaannya. "Itu adalah manusia Indonesia, yang menjadi cita-cita saya dan nenek moyang kita semua. Nah sekarang kita yang harus berjuang bahu-membahu agar itu bisa terjadi," ujar dia.