REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penasihat hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kembali menolak saksi ahli pidana dari Majelis Ulama Indonesia, Abdul Chair yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang lanjutan ke-12 yang digelar di Auditorium Kementrian Pertanian, Jalan Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (28/2).
Sebelumnya, tim penasihat hukum Ahok juga tidak memberikan pertanyaan kepada saksi ahli agama yang menjadi saksi pertama. Keberatan penolakan kepada saksi kedua masih sama seperti penolakan saksi yang berasal dari MUI. Menurut penasihat hukum Ahok akan sangat subyektif keterangan dari Abdul Chair.
Terlebih, Abdul merupakan anggota dari komisi hukum dan perundang-undangan MUI yang juga ikut membahas produk sikap dan pendapat MUI terhadap ucapan Ahok saat sosialisasi budidaya ikan kerapu di Pulau Pramuka, 27 September 2016.
"Ahli punya konflik kepentingan. Ahli demikian gak semakin terang, tapi justru menjadi beban bagi pencari keadilan di persidangan ini," kata Teguh Samudra kepada Majelis Hakim.
Mendengar pernyataan dari penasihat hukum Ahok, JPU Ali Mukartono menilai saksi ahli pidana merupakan rekomendasi dari penyidik saat melakukan berita acara pemeriksaan (BAP). Sehingga sangat tidak elok bila disebut akan tidak objektif.
Sementara Ketua Majelis Hakim, Dwiarso Budi Santiarto memilih untuk tetap melanjutkan persidangan dan menanyakan pendapat ahli terhadap kasus yang menjerat Gubernur DKI Jakarta ini. Ihwal segala keputusan dari pendapat ahli, sambung Dwiarso, semua menjadi keputusan Majelis Hakim.