REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi ahli hukum pidana dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Abdul Chair Ramadhan menjadi saksi ahli kedua yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam sidang ke-12 yang digelar di Auditorium Kementrian Pertanian, Jalan Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (28/2).
Meskipun tim penasihat hukum Ahok menolak tidak dan memilih tidak memberikan pertanyaan, Majelis Hakim dan tim JPU tetap menanyakan pendapat Abdul terkait kasus ini. Pasal yang menjerat Ahok yakni pasal 156a KUHP tidak memerlukan laporan dari korban. Sebab, subjek korban adalah agama yang telah dinodai oleh ucapan Ahok.
Selain itu, sambung dia, ucapan yang dilontarkan Ahok merupakan salah satu pembentukan niat jahat tak terlepas dari motif. "Tentang ungkapan perasaan (Ahok) di Kepulauan Seribu dan buku 'Merubah Indonesia' sudah jelas ada motif," kata Abdul dalam ruang persidangan.
Motif tersebut, lanjut Abdul, semakin memperjelas unsur kesalahan yang dilakukan dengan sengaja sehingga tampak hubungan jelas antara motif dan sikap batin Ahok yakni pertama adalah agar umat Islam tidak percaya kewajiban memilih gubernur muslim.
"Kedua, agar umat Islam tidak percaya kepada siapa saja yang mengungkapkan (surat al-Maidah ayat 51)," ujar Abdul.