Jumat 24 Feb 2017 01:58 WIB

Sertifikasi Digital Dinilai Bukan Solusi Hilangkan Hoax

Rep: Singgih Wiryono/ Red: Ilham
Melawan Hoax. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Melawan Hoax. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya berita hoax yang bertebaran membuat pemerintah bereaksi. Namun, niatan pemerintah untuk menangkal peredaran hoax lewat pemberlakuan sertifikasi digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menuai pertanyaan dari sejumlah kalangan masyarakat.

Pakar Digital Marketing dan Media Sosial, Anthony Leong kurang sependapat dengan adanya pemberlakuan sertifikat digital. Pemberlakuan sertifikasi tersebut terkesan tidak ada arahnya. Ia bahkan mempertanyakan ada motif apa dibalik kebijakan pemerintah tersebut.

“Emang dasarnya apa lakukan sertifikasi digital? Emang bisa digadai? Tak ada jaminan hoax bisa langsung hilang dengan sertifikasi begini," kata Anthony di Jakarta saat dihubungi wartawan, Kamis (23/2).

Menurutnya, akar persoalan dalam menangkal peredaran berita hoax itu sebenarnya tak cukup hanya lewat sertifikasi digital semata. Yang lebih diutamakan sebenarnya adalah kesadaran dan etika masing-masing serta bersikap rasional dalam menerima suatu berita.

“Ya, yang namanya hoax bisa saja di mana-mana. Tapi, meredam hoax itu upaya kolektif bersama untuk bersama-sama menggelorakan semangat kesadaran dan beretika serta bersikap rasional terhadap menerima berita. Intinya edukasi yang kita condongkan, bukan mau bermain sosial media juga banyak batasan dari pemerintah," ujarnya.

Menurut Anthony, peraturan yang semakin rumit ke depannya akan membatasi kreativitas anak muda. Anthony menyatakan, di satu sisi Presiden Jokowi ingin memperbanyak pelaku startup, tapi jika regulasinya banyak aturan akan sangat memperhambat.

Ide kreatif anak muda, kata dia, bisa datang dari mana saja, termasuk sosial media. Sosial media menjadi sarana ampuh untuk orang menjadi pengusaha, anak muda bisa konversi platform sosial media menjadi peluang bisnis yang bermanfaat. “Artinya, bila kehidupan internet terlalu diatur, maka akan mengancam atau menghambat industri kreatif, startup dan digital," katanya.

Pakar Digital Marketing Jebolan Universitas Indonesia ini sebenarnya mengapresiasi langkah pemerintah untuk peduli terhadap upaya pemberantasan berita hoax. Hanya saja, pemerintah harus lebih bijak dan mengedepankan rasionalitas agar tak kontraproduktif. Alih-alih memberantas hoax, namun justru masyarakat yang ada kian dibuat bingung.

Oleh karena itu, kata dia, pemerintah harusnya lebih bijak dan mengedepankan rasionalitas dalam membuat kebijakan. Menurutnya, terlalu banyaknya aturan penggunaan media sosial akan membuat orang kian bingung dan malah meredam kreatifitas serta menganggu kebebasan berekspresi. 

“Lagian masyarakat yang kritis sudah rasional kok dalam meng-konsumsi berita. Pemerintah sebaiknya terfokus pada kerja sama dengan sejumlah platform untuk memfilter berita hoax," pungkasnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement