Selasa 21 Feb 2017 17:11 WIB

Saksi Ahli: Ucapan Ahok Menistakan Ulama

Red: Ilham
Yunahar Ilyas
Foto: Republika / Darmawan
Yunahar Ilyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli agama Islam dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Yunahar Ilyas menyatakan, ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat menyinggung surah al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu merupakan penistaan terhadap ulama. Yunahar menjadi ahli dalam sidang penistaam agama di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/2).

"Itu yang dituduh berbohong bisa politikus, mubaligh, guru, bisa juga ulama. Dalam konteks ini yang punya otoritas mewarisi Nabi menyampaikan risalah Islam adalah ulama. Maka ucapan itu telah menistakan ulama," kata Yunahar.

Menurut dia, dalam pidato Ahok itu walaupun tidak sebutkan ulamanya, tetapi disebutkan kata 'orang' dan 'orang' itu bersifat umum siapa saja yang menyampaikan surah al-Maidah ayat 51. "Tentu, menurut itu ulama berbohong, dalam khasanah intelektual Islam berbeda pendapat itu biasa, menyatakan pendapat orang salah juga itu biasa, mengatakan sesat juga biasa tetapi jangan mengatakan bohong karena dalam ilmu hadis bohong itu adalah satu dosa besar," kata Yunahar.

Sebelumnya, ahli agama Islam dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftachul Akhyar juga telah memberikan keterangan dalam sidang lanjutan Ahok. Jaksa penuntut umum (JPU) juga dijadwalkan memanggil ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif, yakni pasal 156a dengan ancaman lima tahun penjara dan pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara. Menurut pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

 

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement