REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyatakan perayaan Cap Go Meh merupakan selebrasi budaya sebagaimana yang digelar oleh Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jawa Tengah di Balai Kota Semarang.
"Acara yang diselenggarakan Bu Dewi (Ketua PSMTI Jateng, red.) ini murni 100 persen budaya," kata Hendi, sapaan akrabnya, saat "press conference" sebelum dimulainya Perayaan Cap Go Meh di Balai Kota Semarang, Ahad malam (19/2).
Seperti halnya "Suronan", yakni perayaan 1 Sura yang tidak hanya dirayakan orang Islam karena merupakan budaya Jawa. Sehingga Cap Go Meh pun demikian karena masyarakat Tionghoa dari berbagai agama juga ikut merayakannya.
Perayaan Cap Go Meh yang semula direncanakan berlangsung di halaman Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang akhirnya dipindahkan ke Balai Kota Semarang karena mendapatkan reaksi penolakan dari sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam. Rangkaian kegiatan perayaan Cap Go Meh itu, di antaranya makan lontong Cap Go Meh secara bersama oleh masyarakat yang hadir, kemudian dialog budaya, serta berbagai pertunjukan budaya, seperti tari-tarian dan atraksi barongsai.
Sebagai penyelenggara, PSMTI Jateng juga akan mengundang sejumlah tokoh agama, seperti KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Habib Luthfi bin Yahya, Bhante Dhammasubho Mahathera, Romo Aloysius Budi Purnomo, dan Marga Singgih. Namun, dua tokoh yakni Gus Mus dan Habib Luthfi bin Yahya yang dijadwalkan mengisi dialog budaya yang menjadir rangkaian acara dalam perayaan Cap Go Meh di Balai Kota Semarang itu berhalangan hadir karena kondisi kesehatan.
"Hari ini, ada aktivitas budaya di balai kota. Komitmen kami bahwa yang majemuk ini, kondisi perbedaan ini justru menjadi kekuatan. Apalagi, ukurannya tidak hanya Kota Semarang, tetapi bagaimana bangsa dan negara kompak, guyub," pungkasnya.
Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Abiyoso Seno Aji menyampaikan kegiatan tersebut sudah mengantongi izin dari kepolisian, termasuk di lokasi awal, yakni halaman MAJT Semarang, tetapi kemudian ada yang menolak sehingga dipindahkan. Penolakan pergelaran perayaan Cap Go Meh di halaman MAJT, kata dia, berasal dari mereka yang mempunyai pandangan berbeda yang menilai perayaan Cap Go Meh tidak boleh dilakukan di masjid.
"Saya dilahirkan di Indonesia. Diajari sejak kecil harus saling menghormati. Kalau sedikit-sedikit ada kegiatan beraroma agama disertai penolakan, ini sangat saya sayangkan. Kegiatan ini resmi dan dilindungi undang-undang," katanya.
Abiyoso juga berharap mereka yang menolak kegiatan itu sebelumnya di halaman MAJT Semarang bisa ikut hadir untuk menyaksikan perayaan Cap Go Meh di Balai Kota Semarang agar bisa menilai apakah kegiatan itu melanggar kaidah agama. Hadir pula sejumlah tokoh pada kesempatan tersebut, di antaranya mantan Gubernur Jateng Ali Mufiz, Ketua Badan Pengelola MAJT Semarang Dr. Noor Achmad, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng KH Ahmad Darodji.