REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar komunikasi politik Universitas Gadjah Mada Kuskrido Ambardi menilai kampanye yang dilakukan hampir sebagian besar calon kepala daerah pada Pilkada 2017 belum optimal menyasar kalangan pemilih pemula.
"Kontennya (kampanye) terlalu serius seolah-olah hanya menjadi urusan orang dewasa jika dilihat dari segi bahasa dan isu yang diangkat," kata Kuskrido dalam diskusi "Analisis Demografis tentang Pilkada di Indonesia: Sebuah Pandangan dari Medan Pertempuran" di UGM, Yogyakarta, Kamis (9/2).
Menurut dia, jika masing-masing calon kepala daerah dapat mengelola suara pemilih pemula dengan baik akan cukup potensial dalam menutup selisih suara untuk memenangkan Pilkada 2017.
Namun demikian, kata dia, sesuai hasil pengamatan yang dilakukan sering kali bahasa yang digunakan dalam kampanye hanya berkutat pada bahasa formal yang jauh dari kebiasaan kaum muda.
"Pilkada ini tidak dikesankan sebagai sesuatu yang menggembirakan sehingga bisa menarik pemuda berpartisipasi. Bahkan kebutuhan anak muda juga luput dari konten kampanye," kata dia.
Selain itu, lanjut Kuskrido, pada Pilkada tahun ini sebagian calon kepala daerah beserta tim sukses juga cenderung tergoda menggunakan isu yang berbau SARA dan mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu dalam kampanye. Hal itu dapat mengakibatkan kalangan pemilih pemula atau mengambang semakin apatis untuk berpartisipasi.
Seperti yang terjadi di Jakarta, menurut dia, alih-alih mampu mendorong kalangan pemuda menjadi pemilih yang sehat dan objektif. Isu yang bermuatan sentimen kelompok tertentu dalam Pilkada justru menimbulkan perpecahan satu sama lain. "Tidak menguntungkan justru membuat satu sama lain saling bermusuhan," kata dia.