Selasa 31 Jan 2017 21:58 WIB

Tim Agus-Sylvi Minta Sidang Ahok Jangan Dipolitisasi

Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/1).
Foto: Antara
Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara cagub-cawagub Agus-Sylvi, Rachland Nashidik mengecam keras upaya politisasi pengadilan kasus penistaan agama oleh kuasa hukum terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), terhadap kesaksian dari Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin. Politikus Partai Demokrat itu mengecam keras upaya tak berdasar Ahok dan kuasa hukumnya menghubung-hubungkan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, dengan fatwa MUI dan Pengadilan Ahok.

"Kami menilai perbuatan jorok tersebut adalah pembunuhan karakter yang bermotif kampanye politik dan bersifat oportunistik karena memanfaatkan dan menyalahgunakan imparsialitas pengadilan," ujar Rachland dalam keterangan pers, Selasa (31/1).

Jubir pasangan cagub-cawagub Agus-Sylvi mengatakan, silaturahim Agus-Sylvi kepada PB NU adalah ekspresi penghormatan terhadap para ulama dari organisasi Islam moderat terbesar di Indonesia dengan reputasi terpuji dalam merawat kebinekaan. "Menuduh pertemuan itu sebagai jejak konspirasi untuk menjatuhkan Ahok bukan saja dangkal, namun pertama-tama melecehkan integritas PBNU dan kaum nahdliyin," tegasnya.

Rachland melanjutkan, politisasi pengadilan yang dilakukan Ahok dan kuasa hukumnya bukan saja salah, namun juga kentara adalah upaya mentransformasi konflik dari pengadilan ke tengah-tengah masyarakat. Padahal, menurutnya, fungsi pengadilan seharusnya melokalisir konflik ke balik hukum demi mencegahnya menjalar dan merusak kedamaian kehidupan masyarakat.

Ia menambahkan, patut diingatkan, tugas kuasa hukum adalah membuktikan bahwa dakwaan jaksa pada klien salah atau tidak memenuhi delik. "Membangun narasi dan opini politik tentang pihak lain yang tak berhubungan dengan kasus itu sendiri, tidak akan menolong klien dari jeratan hukum," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement